Lihat ke Halaman Asli

Nilai Kemanusiaan di Gerbong 1 & 8 KRL Sudah Luntur?

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14229496471851457626

[caption id="attachment_394681" align="aligncenter" width="565" caption="Ilustrasi - kepadatan kereta. (KOMPAS.COM/RODERICK ADRIAN MOZES)"][/caption]

Beberapa bulan lalu mendadak heboh berita seorang ibu hamil pendarahan di dalam gerbong wanita yang penuh sesak. Beberapa hari kemudian diberitakan bahwa si ibu didorong hingga terjatuh dan menabrak peron kereta. Selanjutnya ada berita bahwa ternyata si ibu memang sudah pendarahan dari dalam gerbong. Dan beritanya simpang siur itu kini mendadak hilang bak Bang Toyib yang nggak pulang-pulang selama 3 kali lebaran dan 3 kali puasa.

Saya mengakui, gerbong pertama dan terakhir di commuter line jurusan mana pun memang selalu penuh. Maklumlah, gerbong ini khusus para wonder woman yang berjuang mandiri untuk pergi ke tujuannya. Ada yang ke kantor, ke rumah mertua, ke rumah sendiri, jalan-jalan, dan ada juga yang iseng naik kereta sambil membawa anak tersayang. Karena dikhususkan untuk wanita, seluruh gerbong 1 & 8 pasti disesaki para kaum hawa yang ogah segerbong dengan lawan jenis. Maraknya pelecehan seksual di transportasi umum membuat kami para wanita memilih berdesak-desakan di gerbong depan dan belakang asal sama-sama wanita.

Setelah kurang lebih 6 bulan saya resmi sebagai rocker alias rombongan kereta, saya sedikit-sedikit memahami kehidupan di gerbong yang exterior-nya dihiasi warna pink ini. Walaupun awalnya saya anti naik gerbong ini karena saya pikir nilai kemanusiaan di dalamnya sudah luntur. Semua wanita di dalamnya seolah sibuk dengan dunianya masing-masing tanpa pernah memiliki sedikit rasa empati dan simpati terhadap orang lain. Tapi ternyata saya salah, masih ada lho kebaikan di dalam gerbong kereta yang selalu penuh sesak ini.

Seperti kejadian tadi pagi, dengan suasana gerimis yang lumayan lebat saya merangsek masuk ke gerbong paling belakang rangkaian KRL jurusan Bekasi - Jakarta Kota. Tiba-tiba seorang ibu-ibu meneriaki saya, "Tangannya pegangan ke atas, Mbak. Mbaknya balik badan ke arah pintu aja. Hati-hati tangannya kejepit." Saya langsung mengikuti arahan si ibu dan berhasil masuk ke dalam gerbong yang sebenarnya sudah penuh. Saya mengucap terima kasih kepada si ibu berjilbab biru itu, lalu beliau kembali bercerita bahwa tangan beliau pernah terjepit pintu. Sebelum memasuki stasiun selanjutnya, si ibu kembali meneriaki saya dengan suara lantangnya. "Mbak pegangan yang atas itu, awas hati-hati nanti terdorong, lho!" Akhirnya saya buru-buru mengambil pegangan yang menggantung di atas kepala saya. Benar saja, semenit kemudian 5 orang ibu-ibu langsung merangsek masuk dan mendorong kami semua yang sudah berdesak-desakkan di dalam gerbong.

Pengalaman saya naik gerbong khusus wanita tidak hanya itu saja. Beberapa kali sering diteriaki karena ada ibu-ibu yang hendak keluar gerbong tapi nggak sabar sehingga saya hampir terjatuh keluar gerbong. Bahkan saya pernah melihat seorang ibu-ibu membawa 2 anak, yang satu bayi dan satunya lagi balita, berdiri di padatnya gerbong tanpa ada yang mau memberikan bangkunya. Padahal, jelas-jelas mereka yang duduk adalah mbak-mbak yang mungkin belum menikah dan belum mempunyai anak, mereka tetap sibuk dengan gadget-nya masing-masing. Akhirnya saya memanggil satpam yang biasanya berdiri di dekat pintu, lalu Pak Satpam mengajak si ibu dengan anak-anaknya ke bagian belakang gerbong, tempat kursi prioritas berada.

Miris? Memang. Dan beberapa pengakuan yang saya dapat dari mereka (yang tetap duduk meski ada orang-orang prioritas di dekatnya), mereka sengaja pura-pura tidur karena lelah mengantre dan keretanya lama. Kali ini saya mengamini, jalur yang saya naiki (Bekasi - Jakarta Kota) memang minim kereta. Sekali ketinggalan, harus sabar menunggu hingga 30 menit lebih untuk naik kereta selanjutnya. Belum lagi kalau jam-jam pulang kerja, rasanya kereta yang harusnya mengangkut sekian orang akhirnya dipenuhi dengan 2 kali lipat orang dari jumlah sewajarnya.

Balik lagi ke dalam gerbong kereta pertama dan terakhir. Suasananya tidak pernah sepi, selalu ramai dengan suara para ibu ataupun remaja wanita yang sibuk bergosip, berbagi informasi, dan ada pula yang curhat. Ternyata, di gerbong 1 & 8 ini memang menyimpan begitu banyak rahasia. Kadang ada yang baik kadang ada yang jahat. Semua itu bergantung pada sifat dan naluri kemanusiaan di individunya masing-masing, sih. Ada yang baik kayak si ibu jilbab biru yang tadi pagi sering memberitahu saya, ada juga yang acuh tak acuh dan berpegang teguh pada prinsip "bodo amat dia mau gimana yang penting gue nyaman".

Ya saya sebagai salah satu penghuninya sih berharap, semoga nilai-nilai kemanusiaan masih tetap ada dan masih bertahan di tengah kerasnya sikut-sikutan rebutan pegangan di dalam gerbong. Semoga nggak ada lagi berita korban anu kejepit atau jatuh dari gerbong karena terdong dan berita-berita negatif lainnya. Semoga gerbong khusus wanita ditambah, semoga menjad gerbong 1, 2, 7 & 8. Semoga...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline