Lihat ke Halaman Asli

Putri Febia Yulianti

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Serang Raya

Lingkungan yang Toxic Menjadi Faktor Maraknya Kekerasan dan Pelecehan Anak di Bawah Umur

Diperbarui: 12 Juli 2024   18:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : Dakta.com

Berawal dari korban pembullyan hingga dapat merubah mindsetnya dan menjadi pelaku. Pembullyan yang terjadi biasanya disebabkan oleh faktor lingkungan yang toxic. Lingkungan yang toxic adalah lingkungan yang dapat membawa seseorang ke dalam pengaruh yang buruk. Bisa berupa dari  lingkungan pertemanan, pekerjaan, bahkan dalam lingkungan keluarga kita sendiri.

Dari lingkungan toxic tersebut dapat membentuk karakter seseorang menjadi lebih arogan yang akan menimbulkan aksi seperti kekerasan fisik , psikis, perundungan, kekerasan seksual, diskriminasi, intoleransi, dan bentuk kekerasan lainnya. Dapat dilihat pada banyaknya jumlah kasus kekerasan dan pelecehan pada anak di bawah umur yang ada di kota Serang pada tahun 2023 sebanyak 64 kasus. Dari jumlah tersebut 5 di antaranya laki-laki yang menjadi korban kekerasan dan pelecehan.

Dari hasil penelitian menyebutkan bahwa kekerasan pada anak justru dilakukan oleh orang dewasa terdekat. Peran pergaulan dan lingkungan yang toxic juga dapat mempengaruhi perilaku dan sifat seseorang lalu dilampiaskan kepada orang lain sehingga menyebabkan korban mentalnya terganggu ataupun trauma.

Lalu bagaimana cara mengatasi pelaku agat tidak melakukan pembullyan? Sangat disarankan kepada semua orang terutama orang tua agar mengajarkan kepada anak mereka dari kejamnya kekerasan dan pelecehan. 

Tapi satu hal yang sulit untuk dipikirkan karena beredarnya kasus-kasus kekerasan dan pelecehan. Kekerasan seksual sesungguhnya seperti fenomena gunung es dimana jumlah kasus yang tampak hanya sebagian kecil saja, namun justru mayoritas tidak tampak di permukaan karena tidak dilaporkan. Fenomena gunung es kekerasan seksual pada anak yang semakin meningkat jumlahnya tiap tahun mendorong adanya upaya promotif dan preventif sejak dini.

Kadang pula pelaku yang melakukan kekerasan terhadap korban tidak ingin perilakunya di sebarluaskan, jika dilaporkan pelaku akan mengancam korban yang menyebabkan korban tidak mau melaporkan kasusnya karena ketakutan. Bahkan sering terjadi pelaku melakukan kekerasan dan pelecehan dengan banyak korban, tetapi korban memang sengaja tidak mau melaporkan karena melibatkan nama baik dirinya maupun keluarganya.

Jadi langkah seperti apa yang harus dilakukan agar mengurangi jumlah tingkat kekerasan dan pelecehan terhadap anak di bawah umur? Anak di bawah umur saja masih harus perlu bimbingan orang tuanya, tetapi kenapa tetap terjadi? Apakah kurangnya pengetahuan orang tua dalam mengajarkan anak-anaknya, cara belajar yang kurang efektif di sekolahnya, bahkan lingkungan sekitar anak-anak yang toxic?

Akhirnya pun pelaku tetap dengan mudah memanipulasi anak-anak dibawah umur untuk mengikuti perintah si pelaku. Dan semakin menyebarnya kasus kekerasan dan pelecehan anak dibawah umur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline