Menggapai Cita Lewat Luka
Oleh : Putri Eka Sari
Rintik gerimis mulai membasahi jilbabku, aku menjadi tergesa-gesa menyebrangi jalan di antara beberapa motor yang juga bergegas untuk meneduh di pinggir jalan. Hujan seketika berubah menjadi lebat.
Sesekali petir berbunyi di kejauhan. Jalan yang biasanya ramai kali ini lebih lenggang. Hujan membuat banyak yang lebih memilih berteduh dalam rumah. Aku yang kurang cekatan berlari meneduh, seketika langsung basah kuyup.
"Sini Mba.. neduh.. Di situ tampias..nanti makin dingin.." kata seorang abang Gojek sambil menunjuk ke sebelahnya.
"Ya Pak.." Jawabku singkat sambil mengangguk.. Aku terdiam menunduk, berharap tak ada yang bertanya atau mengajakku mengobrol lagi.
Dibalik pakaian yang basah, hatiku semakin terasa dingin. Samar air mata turun tersarukan oleh hujan yang membasahi. Tetes Air mata membasahi pipi, aku menangis dalam diam. Tanpa suara..
Kuedarkan pandangan ke sekeliling. Beberapa orang berteduh di depan kios pulsa ini, di antaranya pengemudi ojol dan penumpangnya yang tak ku kenali.
Beruntungnya aku karena di tempat berteduh ini. Sehingga aku tak perlu menjelaskan tentang apa yang kurasakan. Ah, tapi orang juga belum tentu peduli dengan perasaan orang lain. Air mata yang terus menetes, menggambarkan sakitnya hatiku saat ini.
Selepas menghadiri acara pernikahan mas Ari, mantan kekasihku. Padahal yang kuharapkan, tentu aku yang bersamanya di pelaminan. Bukan dirimu Mas, yang memadu kasih dengan Perempuan lain disana.