Lihat ke Halaman Asli

Isu Gender dan Keterwakilan Politik Perempuan di Indonesia

Diperbarui: 15 April 2022   01:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

     Isu-isu gender merupakan permasalahan yang disebabkan oleh adanya ketimpangan gender. Jika berbicara mengenai ketimpangan gender seringkali berkaitan erat dengan perempuan. Bagian dari permasalahan terhadap gender tersebut adalah adanya tindakan yang diskriminatif terhadap perempuan, utamanya dalam hal akses dan kekuasaan atas sumber-sumber kehidupan, penghargaan, kesempatan, peran, status, dan hak. Pelecehan terhadap perempuan khususnya pada ranah politik praktis jika ditilik lebih dalam merupakan ekses atau terlalu kuatnya kultur patriarki yang membuat ketimpangan gender di masyarakat semakin merajalela. Dengan adanya kultur patriarki ini telah menempatkan perempuan sebagai suatu objek dalam kekuasaan laki-laki yang dimana tidak memberikan hak secara otonom bagi perempuan khususnya dalam hal pengambilan keputusan yang mewakili publik. Hal inilah yang merupakan salah satu bentuk timbulnya ketidakadilan gender yang seringkali menempatkan perempuan sebagai korban dari adanya sistem sosial-politik yang tidak adaptif pada perjuangan hak-hak perempuan. Dalam buku yang ditulis oleh Mansour Faqih  dengan judul "Analisis Gender dan Transformasi Sosial pada tahun 2003 telah membagi beberapa bentuk ketidakadilan gender ke dalam lima hal, yaitu marginalisasi, subordinasi, pelabelan negatif, kekerasan, dan beban ganda. Pola-pola terhadap ketidakadilan gender tersebut diyakini juga terjadi dalam ranah politik praktis. Salah satunya mengenai pelabelan negatif yang menyatakan bahwa perempuan merupakan makhluk yang lemah, irasional, dan lebih mengutamakan perasaan khususnya saat melakukan pengambilan keputusan yang justru telah menjadikan hal ini menjadi acuan utama untuk melakukan pembatasan pada keterlibatan perempuan khususnya keterlibatan di ranah politik praktis.
     Pemberlakuan sistem politik di Indonesia saat ini masih menunjukkan adanya ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang masih dialami oleh perempuan. Partisipasi dan keterwakilan perempuan belum secara langsung terefleksikan dalam posisi kekuasaan dan proses pengambilan keputusan dalam dunia politik. Adanya ketidaksetaraan dan ketidakadilan perempuan yang terjadi di dalam dunia politik dan seringkali disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:
- Adanya pandangan yang menyatakan bahwa politik merupakan dunia yang hanya dimiliki oleh laki-laki, sehingga perempuan tidak perlu terlibat di dalamnya.
- Laki-laki adalah kepala keluarga, sehingga perempuan tidak perlu terlibat dalam proses pengambilan keputusan khususnya pada berbagai tingkat kehidupan.
- Perempuan merupakan sekedar pelengkap saja dalam dunia politik, sehingga perempuan seringkali ditempatkan pada posisi yang tidak terlalu penting.
- Keberadaan hukum di bidang politik masih cukup diskriminatif khususnya bagi perempuan.

Melalui data yang diberikan, keterwakilan perempuan di DPR berdasarkan hasil Pemilu pada tahun 2009 hanya menunjukkan angka 18%, yaitu 100 perempuan dari total 559 anggota DPR RI, sementara keterwakilan perempuan di DPR berdasarkan hasil Pemilu pada tahun 2004 adalah 11%.

     Mengenai jaminan hukum atas pentingnya partisipasi dan keterwakilan politik perempuan telah diatur oleh negara. Seperti melalui berbagai peraturan sebagai berikut:
- Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Undang-Undang Dasar Negara Republik 1945 memperlihatkan bahwa segala warganegara, artinya "laki-laki dan perempuan", mempunyai kedudukan yang sama dan kesempatan yang sama di bidang politik. Hal ini tertuang antara lain dalam Pasal 27 dan 28:
- Undang-Undang Nomor 68 Tahun 1958 Tentang Persetujuan Konvensi Hak-hak Politik Perempuan. Konvensi Internasional mengenai Hak-Hak Politik Wanita telah disahkan pada tahun 1952, dan Indonesia telah meratifikasi dengan -Undang-Undang Nomor 68 Tahun 1958. Pada prinsipnya perempuan dan laki-laki mempunyai hak untuk memilih dan dipilih untuk menduduki badan-badan yang dipilih secara umum, tanpa diskriminasi.
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi PBB Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita. Undang-Undang ini mewajibkan negara peserta membuat peraturan-peraturan untuk menghapus diskriminasi terhadap wanita dibidang politik. Hal ini terlihat dalam Pasal 2, 3, 4, 7 dan 8.
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, yang diantaranya mengatur tentang hak-hak wanita. Khusus yang menyangkut hak-hak wanita di politik, diatur dalam Pasal 46 dan 49.
- Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik). Pasal 3: Negara pihak Kovenan ini berjanji untuk menjamin hak-hak yang sederajat dari laki-laki dan perempuan untuk menikmati semua hak sipil dan politik yang diatur dalam Kovenan ini.

Referensi:

- Hidayah, S. N. (2020, September 16). Perempuan, Politik, dan Ketidakadilan Gender. detikNews.https://news.detik.com/kolom/d-5175383/perempuan-politik-dan-ketidakadilan-gender
- Koalisi Perempuan Indonesia. (2011, May 4). ISU-ISU GENDER. Koalisi Perempuan Indonesia. https://www.koalisiperempuan.or.id/2011/05/04/isu-isu-gender/
- Tridewiyanti, K. (2012, April). KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DI BIDANG POLITIK "PENTINGNYA PARTISIPASI DAN KETERWAKILAN PEREMPUAN DI LEGISLATIF". Jurnal Legislasi Indonesia, 9(1), 73-90. https://e-jurnal.peraturan.go.id/index.php/jli/article/viewFile/377/259

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline