Lihat ke Halaman Asli

Kunjungan ke Kampung Adat Cirendeu, Cimahi

Diperbarui: 9 Oktober 2023   23:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Bersama Anantaabhinaya_Dokumen Pribadi

Pagi yang cerah dan segar menyambut kami Pertukaran Mahasiswa Mardeka yang akan melakukan Modul Nusantara ke kampung adat Cirendeu. Kami sangat antusias dan tak sabar untuk mengeksplorasi keunikan dan kekayaan budaya Indonesia yang tersembunyi di balik lebatnya hutan dan pesona alam yang melimpah di daerah ini.

Kami tiba di kampung adat Cirendeu dengan hati yang penuh dengan rasa kagum. Di sini, kami disambut dengan hangat oleh penduduk setempat yang ramah dan bersahaja. Mereka dengan senang hati membagi cerita dan pengetahuan mereka tentang tradisi dan budaya yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Sesaampai disana kami langsung diarahkan menuju ke salah satu rumah yang dinamakan "Panggung Imah". Saat masuk, salah satu penduduk disana yang dipanggil Kang Jajat menceritakan sejarah singkat Kampung Cireundeu dan kebiasaan serta aturan-aturan yang tidak boleh dilanggar di Kampung ini.

Ceritanya dimulai dengan kampung Adat Cireundeu yang memiliki sejarah singkat sekitar 21 tahun dan terletak di wilayah RW 10 Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi. Kampung ini menawarkan tampilan khas dan memiliki struktur sosial yang unik dengan struktur adat yang mengikuti tradisi sepuh. Kampung Cireundeu juga memiliki wilayah hutan yang unik dengan tiga fungsi berbeda. Hutan lindung yang tidak boleh diganggu sama sekali, hutan tutupan dengan aturan yang sangat ketat, dan hutan baladahan yang digunakan untuk produksi pertanian seperti singkong. Di hutan ini, terdapat beberapa mata air penting yang dijaga dengan aturan ketat, seperti larangan bagi wanita yang sedang haid untuk memasuki area mata air.

Satu hal unik lainnya adalah kebiasaan masyarakat Cireundeu untuk tidak mengonsumsi nasi beras sehari-hari, melainkan nasi singkong. Hal ini mencerminkan kekayaan budaya dan tradisi yang masih sangat kuat di kampung ini. Dan juga saat menuju Puncak Salam kami tidak diperbolehkan untuk menggunakan alas kaki sama sekali.

Kami diarahkan oleh Tour Guide untuk menuju puncak salam. Perjalanan menuju puncak salam ini tentunya sangat melelahkan. Menginjak batu kerikil, melewati panasnya matahari dan panasnya jalan.  Dijalan menuju puncak salam, kami disuguhkan banyak pemandangan yang memanjakan mata. Hutan pinus, dan wilayah-wilayah hutan, jalan menuju air suci yang menjadi sumber air warga kampung cireundeu, serta berbagai hutan bambu. Sesampainya di Puncak Salam yang setinggi kurang lebih 903 mdpl kami langsung disuguhkan dengan pemandangan hamparan kota bandung yang sangat indah tetapi sedikit ditutupi kabut.

Sekitar pukul 12.00 WIB, kami pun turun kembali menuju kampung adat cireundeu. Saat dibawah, kami langsung disuguhkan dengan makanan khas dari mereka yaitu beras singkong yang dinamakan "Rasi Singkong". Pertama kali mencicipi makanan ini, tentunya terasa aneh di lidah. Namun, rasanya juga tidak seburuk itu. Singkong ini dapat dijadikan sebagai pengganti makanan pokok apalagi mengingat jika terjadi krisis beras utamanya di Indonesia. rasi singkong bisa menjadi salah satu solusi pengganti makanan pokok.

Rasi Singkong_Dokumen Pribadi

Setelah makan siang kami diarahkan untuk memilih antara bermain angklung, membuat karya dari daun kelapa, dan mengamati proses pembuatan rasi singkong. Disini saya memilih untuk bermain angklung, kami pun diarahkan untuk duduk di aula Kampung tersebut. Kami masing-masing diberi angklung dengan nada yang berbeda. Angklung yang kami gunakan adalah angklung buncis yang memiliki nada pentatonis atau 5 nada. Hal ini sangat menyenangkan dengan memainkan secara bersama-sama salah satu lagu sunda. Dan terakhir, kami membeli sedikit oleh-oleh dari sana dan ditutup dengan foto bersama.

Bermain Angklung Buncis_Dokumen Pribadi

Kunjungan kami ke kampung adat Cirendeu tidak hanya memberi kami wawasan mendalam tentang budaya dan tradisi Indonesia, tetapi juga menginspirasi kami untuk menjaga dan melestarikan kekayaan budaya dan lingkungan di negara ini. Kami meninggalkan kampung adat Cirendeu dengan hati yang penuh rasa syukur dan tekad untuk terus membagikan pengalaman kami kepada orang lain, agar mereka juga dapat menghargai keindahan budaya dan alam Indonesia yang luar biasa ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline