Lihat ke Halaman Asli

Analisa Pemikiran Max Weber dan H.L.A Serta Relevansinya bagi Hukum di Indonesia

Diperbarui: 27 Oktober 2024   21:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Putri Deswita Maharani-222111208-5F sosiologi hukum

Latar Belakang Tokoh

Biografi Singkat Max Weber dan H.L.A. Hart Max Weber dan Herbert Lionel Adolphus Hart (H.L.A. Hart) adalah dua pemikir yang sangat berpengaruh dalam bidang sosiologi dan filsafat hukum. Max Weber, seorang sosiolog Jerman yang lahir pada tahun 1864, terkenal dengan karyanya dalam memahami struktur masyarakat dan dampak rasionalitas modern. Weber berpendapat bahwa masyarakat modern bergerak ke arah birokrasi yang terstruktur, di mana hukum berfungsi sebagai bagian penting dalam menjaga keteraturan sosial. Selain sebagai ahli sosiologi, Weber juga seorang akademisi multidisiplin yang mencakup bidang ekonomi, politik, dan sejarah. Karyanya, termasuk The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism, menggambarkan bagaimana nilai-nilai agama dapat memengaruhi perkembangan sosial dan ekonomi di Eropa.

H.L.A. Hart, di sisi lain, lahir pada tahun 1907 di Inggris dan menjadi salah satu filsuf hukum paling berpengaruh di abad ke-20. Hart dikenal karena pendekatannya yang memperbarui positivisme hukum, terutama melalui bukunya The Concept of Law (1961)Berbeda dengan Weber yang menekankan aspek sosiologi hukum, Hart menawarkan pandangan analitis tentang hukum dan menggagas konsep rule of recognition sebagai dasar legitimasi hukum. Hart juga mengajarkan di Universitas Oxford dan dikenal sebagai pionir dalam filsafat hukum analitik, sebuah cabang yang mengkaji hukum melalui logika dan bahasa hukum.

Pokok-Pokok Pemikiran Max Weber dan H.L.A. Hart

Max Weber menegaskan bahwa hukum dalam masyarakat modern dikendalikan oleh prinsip legal rational authority. Menurut Weber, terdapat tiga tipe otoritas dalam masyarakat: otoritas tradisional, kharismatik, dan rasional-legal, dengan yang terakhir menjadi dasar dari sistem hukum di negara-negara modern. Weber juga menekankan pentingnya verstehen dalam memahami tindakan sosial, yaitu dengan melihat makna yang diberikan individu terhadap tindakan mereka sendiri. Pendekatan ini memberikan dasar dalam memahami bagaimana individu dan kelompok merespons aturan hukum dalam konteks budaya dan sosial yang berbeda-beda.

H.L.A. Hart mengembangkan konsep hukum sebagai sistem aturan yang berfungsi terlepas dari moralitas. Dalam teorinya, Hart memperkenalkan rule of recognition, yang berfungsi sebagai aturan utama yang mengesahkan aturan-aturan lain dalam sistem hukum. Hart juga membedakan aturan primer, yang langsung mengatur perilaku individu, dari aturan sekunder, yang mengatur cara aturan primer diimplementasikan, diubah, atau dicabut. Melalui pendekatannya yang analitis, Hart menjelaskan bahwa hukum bisa ada dan berfungsi secara efektif tanpa harus selalu berkaitan dengan prinsip-prinsip moral.

Relevansi Pemikiran Weber dan Hart dalam Era Modern
Pemikiran Weber tentang birokrasi hukum tetap relevan, terutama di dunia yang semakin terstruktur oleh institusi hukum dan pemerintahan yang kompleks. Prinsip legal rational authority yang ia kembangkan penting untuk menjamin penerapan hukum yang adil dan tidak memihak. Dalam era globalisasi, pendekatan ini juga membantu untuk mencapai kesepakatan dan standar hukum yang dapat diterapkan secara internasional.
Pendekatan Hart terhadap hukum sebagai sistem aturan yang terpisah dari moralitas memberikan kerangka yang sangat diperlukan dalam masyarakat pluralistik saat ini. Rule of recognition Hart tetap menjadi fondasi bagi legitimasi hukum di negara-negara modern, di mana aturan hukum mungkin tidak selalu sesuai dengan norma-norma moral seluruh masyarakat. Hart memungkinkan adanya pemahaman hukum yang objektif, di mana aturan dapat diterapkan tanpa adanya bias nilai moral yang bervariasi antar kelompok.

Analisis Perkembangan Hukum di Indonesia Berdasarkan Pemikiran Weber dan Hart Di Indonesia

Perkembangan hukum mencerminkan gabungan pemikiran Weber dan Hart. Misalnya, proses legislasi di Indonesia menunjukkan upaya birokratisasi hukum yang lebih jelas dan sistematis, mencerminkan prinsip legal rational authority Weber. Penerapan peraturan hukum semakin berfokus pada keterbukaan dan ketepatan prosedural untuk menjaga kepercayaan publik dan legitimasi hukum. Namun, pada tingkat lokal, masih ada tantangan di mana otoritas tradisional dan nilai moral lokal sering kali berbenturan dengan hukum formal.

Konsep rule of recognition dari Hart juga relevan di Indonesia, khususnya dalam menetapkan legitimasi hukum melalui norma dasar seperti Pancasila dan UUD 1945, yang menjadi dasar bagi aturan lainnya. Sebagai masyarakat yang multikultural, prinsip ini membantu menyelaraskan hukum dengan beragam nilai lokal tanpa mengorbankan objektivitas hukum formal. Dengan demikian, kedua pemikiran ini memberikan panduan yang relevan dalam melihat perkembangan hukum Indonesia sebagai sistem aturan yang terus berkembang dan beradaptasi di tengah keragaman sosial.
Pemikiran Weber dan Hart membuka wawasan baru tentang bagaimana sistem hukum dapat dipahami dan diterapkan di Indonesia, memberikan pendekatan yang tidak hanya formal tetapi juga mampu menyesuaikan diri dengan tantangan sosial dan budaya yang ada.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline