Carl Friedrich (Winarno, 2008) menyatakan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang dimulai atau disarankan oleh individu, kelompok, atau pemerintah dalam setting tertentu. Ini dapat menghadirkan tantangan dan kemungkinan dalam kebijakan yang disarankan untuk mencapai tujuan tertentu. Proses perumusan kebijakan publik disebut juga formulasi diikuti dengan proses eksekusi kebijakan publik disebut juga implementasi, dan proses evaluasi kebijakan publik disebut juga evaluasi.
Van Meter dan Van Horn berpendapat bahwa kebijakan implementasi, khususnya sebagai kegiatan resmi yang dilakukan untuk memenuhi tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. "Proses implementasi kebijakan publik merupakan salah satu tindakan dinamis yang pada akhirnya dapat mengarah pada pencapaian tujuan atau tujuan yang ditentukan, Berbagai elemen, baik faktor pendukung maupun faktor penghambat, berdampak pada seberapa baik suatu kebijakan diimplementasikan. Selanjutnya, menurut Grindle (1980), setidaknya ada dua faktor yang mempengaruhi bagaimana kebijakan diimplementasikan: substansi kebijakan (atau konten) dan lingkungan (konteks kebijakan).
Menurut Wahab (2004), isu kebijakan berasal dari konflik kebijakan yang dicari jawabannya. Isu publik terkait BLT Dana Desa dimaksudkan sebagai jembatan antara substansi kebijakan yang telah diputuskan sebelumnya dengan realitas yang terjadi di masyarakat, oleh karena itu masalah BLT Dana Desa berkaitan dengan bagaimana prosesnya dilakukan. Implementasi kebijakan BLT Dana Desa ditanggapi dengan respon masyarakat yang dikenal dengan kebijakan implementasi dalam konteks kebijakan. Implementasi kebijakan BLT Dana Desa menghadapi tantangan sebagai akibat dari pertimbangan tersebut.
Grindle (1980) dan Tangkilisan (2003), yang berpendapat bahwa pelaksanaan kebijakan publik pada hakikatnya akan selalu dihadapkan pada dua (dua) variabel, yaitu faktor pendorong dan faktor penghambat, yang pada akhirnya akan menentukan berhasil atau tidaknya suatu kebijakan.
Menyinggung dengan implementasi kebijakan Pemerintah Indonesia menerapkan sejumlah inisiatif untuk meningkatkan perlindungan sosial dan mendorong perekonomian dalam upaya mengurangi dampak buruk pandemi COVID-19 terhadap perekonomian negara, antara lain: Program Keluarga Harapan (PKH) Penurunan tarif listrik, Kartu Prakerja, Bantuan Sosial, Stimulus UMKM Mikro dan Ultra Mikro. Pemerintah kemudian menambah jumlah penerima program terkait COVID-19 tersebut di atas. Sebagian besar dari program-program tersebut merupakan program yang dilaksanakan secara konsisten oleh pemerintah, salah satunya adalah program Bantuan Langsung Tunai atau dikenal dengan BLT.
Bantuan Langsung Tunai (BLT) adalah program pemerintah yang bertujuan untuk memberikan bantuan keuangan kepada masyarakat yang terdampak oleh pandemi COVID-19. BLT diberikan kepada keluarga yang memenuhi syarat dan telah terdaftar sebagai penerima bantuan sosial. Menjaga daya beli masyarakat di era Corona menjadi tujuan dari rencana penawaran program bantuan ini. Semua bantuan ini pada akhirnya akan disalurkan ke seluruh Indonesia, dengan fokus pada masyarakat yang terkena dampak langsung maupun tidak langsung.
Namun, terdapat beberapa keluarga yang masih belum menerima BLT meskipun telah terdaftar sebagai penerima bantuan sosial. Salah satu penyebab BLT belum tepat sasaran adalah kurangnya transparansi dalam proses pendaftaran penerima bantuan sosial.
Beberapa keluarga mungkin tidak mengetahui cara mendaftar atau tidak memahami syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mendaftar. Akibatnya, banyak keluarga yang layak menerima bantuan tidak terdaftar sebagai penerima bantuan sosial. Selain itu, ada juga kemungkinan adanya kecurangan dalam proses pendaftaran. Beberapa individu mungkin menyalahgunakan program ini dengan cara mendaftarkan diri sebagai penerima bantuan sosial padahal sebenarnya tidak memenuhi syarat. Hal ini dapat menyebabkan BLT tidak tepat sasaran dan hanya diterima oleh segelintir individu yang tidak membutuhkannya.
"Berdasarkan penelusuran yang kami lalukan, masih banyak permasalahan yang harus diselesaikan untuk penyaluran BLT dan Bansos. Di antaranya yaitu proses penyaluran masih terlambat, minimnya informasi terhadap penerima bantuan, penerima bantuan tidak tepat sasaran, timbulnya potensi konflik di desa, dan lain sebagainya," ungkap Taqwaddin (Ilyas Isti, 2020).
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah perlu memperbaiki transparansi dalam proses pendaftaran penerima bantuan sosial. Pemerintah juga perlu meningkatkan pengawasan terhadap kecurangan dalam proses pendaftaran. Dengan demikian, BLT dapat tepat sasaran dan diterima oleh keluarga yang sebenarnya membutuhkannya.
Selain itu, banyak masyarakat yang merasa bahwa jumlah bantuan yang diberikan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka selama pandemi. Meskipun pemerintah telah menambah jumlah bantuan yang diberikan, banyak orang yang merasa bahwa jumlah tersebut masih kurang dan tidak mampu menutupi biaya hidup yang semakin meningkat akibat pandemi.