Tradisi pernikahan suku Bugis yang dilakukan di kota Sorong, Papua Barat Daya, mencerminkan perpaduan budaya Bugis dengan konteks lokal masyarakat setempat. Kota Sorong dikenal sebagai wilayah dengan keberagaman etnis, termasuk komunitas bugis yang memiliki pengaruh signifikan. Berikut analisis tradisi pernikahan suku Bugis dalam konteks tersebut:
1. Prosesi pernikahan suku Bugis di Sorong
Mappettu ada: Tahapan ini adalah proses musyawarah antar keluarga mempelai, melibatkan negoisasi tentang mahar( uang panai). Di Sorong, nilai mahar bisa disesuaikan dengan kondisi ekonomj lokal, namun tetap mempertahankan simbol status dan kehormatan keluarga Bugis.
Mappacci: Ritual malam sebelum akan nikah untuk memohon restu dan membersihkan diri secara spiritual. Tradisi ini tetap dijalankan oleh komunitas suku Bugis di koga Sorong, meskipun bentuk pelaksanaannya munkin sederhana dibandingkan daerah asalnya di Sulawesi.
Akad nikah: Proses ini umumnya mengikuti tata cara islam, karena mayoritas masyarakat Bugis beragama islam. Di Sorong, unsur Bugis terlihat dalam penggunaan busana adat dan bahasa Bugis saat prosesi.
Resepsi adat: sering kali dilakukan dengan perpaduan adat Bugis dan budaya lokal Papua, memggambarkan asimilasi budaya dalam masyarakat Sorong.
2. Nilai budaya yang dipertahankan
pentingnya uang panai: meski nominalnya mungkin menyesuaikan kondisi lokal, uang panai tetap menjadi elemen penting yang mencerminkan status sosial keluarga pengantin pria.
keterlibatan keluarga besar: peran keluarga besar dalam pernikahan menegaskan nilai gotong royong dan kehormatan keluarga Bugis.
Simbolisme dalam pakaian adat: pengantin biasanya memakai pakaian adat Bugis, seperti baju bodo dan songkok, untuk menunjukkan identitas budaya.
3. Interaksi dengan budaya lokal di Sorong