PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) kembali membuktikkan komitmen pelayanannya melalui kerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Pada 6 Maret 2023 lalu, Sunarso selaku Direktur Utama BRI melakukan penandatanganan nota kesepahaman bersama Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu. Melalui kerja sama ini, BRI menyatakan dukungannya terhadap upaya pemerintah dalam meningkatkan ekonomi sektor perikanan dan kelautan melalui pemanfaatan layanan perbankan. Dalam hal ini, BRI menyumbang hingga RP. 7,2 Triliun dengan jumlah nasabah mencapai 199.224 terhadap total Kredit Usaha Rakyat (KUR) sektor kelautan. Angka tersebut menunjukkan BRI memberikan kontribusi hingga 72% kepada total KUR yang saat ini mencapai Rp. 9,9 Triliun. Selain fasilitas kredit, BRI juga memperkenalkan PROGRAM Pasar Rakyat Indonesia (PARI) dalam bentuk aplikasi digital. PARI berperan sebagai sebuah lokapasar (marketplace) khusus komoditas pangan yang telah membantu hingga 18.000 petambak, peternak, dan petani dalam memasarkan produk hasil tangkapnya. Komitmen ini juga termasuk mendukung program KKP, yaitu ekonomi biru untuk Indonesia maju.
Konsep ekonomi biru sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Gunter Pauli, seorang aktivis Zero Emission Research Initiative (ZERI). Dalam bukunya yang berjudul "The Blue Economy, 10 Years, 100 Innovations, 100 Million Jobs", Pauli mengkonsepkan pendekatan ekonomi ini mampu meningkatkan kesejahteraan manusia dengan tetap menjaga langit dan laut tetap biru. Definisi lain juga datang dari Tridoyo Kusumastanto yang mengartikan ekonomi biru sebagai aktivitas ekonomi di pesisir laut dengan dukungan aktivitas ekonomi dataran bagi kemakmuran masyarakat yang berkelanjutan. Sebagai upaya pemanfaatan sumber daya laut, ekonomi biru diharapkan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di samping juga tetap menciptakan pelestarian ekosistem laut. Dengan begitu, pendekatan ekonomi biru cenderung berusaha menyeimbangkan antara kepentingan ekonomi dengan keberlanjutan lingkungan hidup. Kepentingan ekonomi seperti penciptaan lapangan pekerjaan dan pemerataan pertumbuhan tentunya memerlukan kolaborasi yang aktif antara domestik maupun mitra global.
Indonesia sendiri telah menuangkan ekonomi biru sebagai cita-cita nasional sejak 2012 silam. Saat itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memunculkan ide ini dalam forum internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai konsep pembangunan yang menawarkan sumber daya alam sebagai modal pertumbuhan ekonomi dan kelangsungan lingkungan hidup. Konsep ini dirasa sesuai dengan faktor geografis Indonesia sebagai negara kepulauan. Oleh karena itu, Indonesia perlu memikirkan cara yang tepat untuk tetap menjaga dan melestarikan sumber daya alam yang dimiliki. Disamping mengingat kenyataan terkait tingginya aktivitas di perairan oleh masyarakat yang secara tidak langsung mengancam kerusakan lingkungan.
Ide tersebut diimplementasikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui programnya bernama Enabling Transboundary Cooperation for Sustainable Management of the Indonesia Seas (ISLME). Diluncurkan pada Desember 2016, KKP berupaya melakukan perbaikan pada rantai produktivitas ikan pindang yang diharapkan akan meningkatkan nilai pangan. Program ini pun dilaksanakan pada lima area prioritas meliputi pantai utara Jawa, Kalimantan Timur, Lombok, Flores Timur, dan perbatasan Batugede-Atapupu.
Cita-cita ini kemudian dilanjutkan oleh Presiden Joko Widodo yang dituangkan dalam Sembilan agenda prioritas Indonesia, Nawacita. Dalam visinya, Indonesia tegas menetapkan keinginannya untuk mengembangkan industri maritim secara signifikan, terutama dari daerah pinggiran. Hal ini semata-mata untuk memperkuat daerah pedesaan di bawah payung kerangka kesatuan NKRI.
Dalam FGD pada Desember 2022 lalu, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu menuturkan implementasi konkrit dari program ekonomi biru di Indonesia. Kelima implementasi tersebut berupa penangkapan ikan terukur, perluasan kawasan konservasi laut, pengembangan perikanan budidaya dan pengelolaan daerah pesisir laut dan pedalaman, serta pengelolaan sampah laut itu sendiri. Kebijakan pun mengatur kuota penangkapan ikan dimana kapal harus berangkat dan mendaratkan hasil tangkap di Pelabuhan yang sama. Diharapkan aturan ini dapat mendukung distribusi pertumbuhan ekonomi yang tidak hanya memusat di Pulau Jawa saja.
Peresmian Tambak Budidaya Udang di Kebumen, Jawa Tengah
Baru-baru ini, Presiden Joko Widodo meresmikan tambak Budidaya udang di Kebumen, Jawa Tengah. Tambak budidaya udang berbasis kawasan ini memiliki luas hingga 60 hektar dengan dilengkapi instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Selain itu, tambak udang ini juga memiliki laboratorium, Gudang pakan, rumah genset, tandon air, dan jalan produksi untuk mendukung aktivitas produksi. Maka dari itu, tercatat pemerintah telah menghabiskan anggaran hingga Rp. 175 Triliun. Tak heran kemudian bisa tambak udang ini menjadi tambak udang modern pertama dan terbesar di Indonesia dimana berhasil diwujudkan dalam periode Presiden Joko Widodo.
Melalui pembangunan tambak udang ini, diharapkan target produksi udang nasional pada 2024 mencapai 2 juta ton dan menjadi percontohan tambak udang ramah lingkungan di Indonesia. Jangka panjangnya, tambak ini dapat menjadi salah satu penyumbang devisa dan menciptakan lapangan kerja serta multiple effect lainnya.
Presiden Joko Widodo dalam sambutannya juga menyebutkan rencana pemerintah untuk membangun tambak budidaya udang selanjutnya. Rencananya, Waingapu, Nusa Tenggara Timur menjadi destinasi lokasi berikutnya untuk dibangun tambak budidaya udang berbasis kawasan hingga 1800 hektar.
Selain produktivitas sumber daya kelautan dan perikanan yang meningkat, Menteri Trenggono dalam siaran pers yang dilaksanakan Februari lalu menuturkan program ekonomi biru ini juga menyerap jumlah tenaga kerja yang tinggi. Hal tersebut terjadi lantaran implementasi kebijakan ini mengutamakan pekerja lokal dalam proses produksinya.