Lihat ke Halaman Asli

Kue Apem Tak Pernah Absen dalam Acara Selametan Orang Meninggal, Kenapa?

Diperbarui: 9 Desember 2022   21:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Ketika sedang membuat salah satu jajanan kuno bernama Kue Apem, saya teringat akan filosofi dan makna dari kue yang saya buat ini. Jajanan tradisional yang terbuat dari campuran tepung beras dan tepung terigu ini, tak pernah absen dalam sajian syukuran atau istilah "selametan" biasa kita menyebutnya. Sebab kue bernama apem ini memiliki nilai filosofis, terlebih menurut masyarakat Jawa.  Kata apem sendiri berasal dari Bahasa Arab "Afwun" yang berarti ampunan. Bertujuan agar orang yang meninggal mendapat ampunan. Selain terbuat dari kedua tepung itu, dalam proses pembuatannya juga ditambah dengan santan yang memiliki makna kesucian.

Apem sendiri, selain menjadi simbol permohonan maaf atau meminta ampunan dalam sajian memperingati 3 hari, 7 hari, atau 40 hari orang meninggal. Juga dalam tradisi sedekah memiliki makna tolak balak. Seperti pada sedekah saat menyambut Bulan Ramadhan, yang orang Jawa menyebutnya dengan istilah "megengan". Dengan diberikannya Kue Apem kepada tetangga atau saudara. Sebagai bentuk sedekah yang diyakini memiliki makna tersendiri, dan hal ini sudah menjadi tradisi turun temurun.

Dokpri

Terlebih pada suatu daerah yang masih kental akan tradisi seperti ini. Mereka akan menyajikan kue apem bersamaan dengan pisang sekaligus. Karena pisang sendiri memiliki makna "pinusunge tiang gesangi" yang berarti ambillah nilai pohon pisang untuk kehidupanmu. Maksudnya, pohon pisang jika belum berbuah ditebang berkali-kali pun tetap akan tumbuh lagi. Tapi jika sudah berbuah dan kemudian di tebang, maka akan mati dengan sendirinya. Pelajaran yang bisa kita ambil, sama halnya dengan pohon pisang. Seseorang harus bermanfaat bagi orang lain.

Dan jika kue apem dan pisang digabung maka akan berbentuk payung, yang hal ini memiliki makna sebagai perlindungan dari segala musibah. Hal ini tak hanya tinggal cerita, sebab di beberapa daerah tradisi ini masih diberlakukan. Termasuk juga di beberapa daerah di Kota Lumajang.  

Itulah sedikit Filosofi Kue Apem yang saya ketahui.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline