Perhutanan sosial menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2021 Tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau Hutan Hak/Hutan Adat yang dilaksanakan oleh Masyarakat Setempat atau Masyarakat Hukum Adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat dan kemitraan kehutanan.
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kota Agung Utara merupakan salah satu KPH lingkup Dinas Kehutanan Provinsi Lampung yang terletak di Kabupaten Tanggamus. Salah satu program yang dilaksanakan adalah perhutanan sosial. Pada tahun 2022 terdapat 5 pendamping perhutanan sosial di UPTD KPH Kota Agung Utara yang melakukan pendampingan terhadap program perhutanan sosial yang dilaksanakan di 10 Gabungan Kelompok Tani Hutan (Gapoktanhut) di wilayah UPTD KPH Kota Agung Utara. Terlepas daripada itu terdapat 7 penyuluh kehutanan yang turut mendukung pembinaan terhadap kelompok perhutanan sosial di 7 resort pengelolaan hutan yang ada di UPTD KPH Kota Agung Utara.
Implementasi perhutanan sosiala di UPTD KPH Kota Agung Utara merupakan bagian dari pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan, yang mnejadi salah satu fungsi dari KPH pada Dinas Kehutanan Provinsi Lampung. Adapun skema perhutanan sosisal yang diimplementasikan di UPTD KPH Kota Agung Utara adalah Hutan Kemasyarakatan (HKm). Sampai saat ini, terdapat 17 Gapoktanhut yang telah memiliki akses legal dalam memanfaatkan kawasan hutan wilayah UPTD KPH Kota Agung Utara meliputi Kawasan Hutan Lindung (KHL) Register 30 Gunung Tanggamus, KHL Register 31 Pematang Arahan, dan KHL Register 39 Kota Agung Utara. Selain itu terdapat pengajuan 3 izin Kelompok Tani Hutan (KTH) baru dan 1 Gapoktanhut yang terdiri dari 5 KTH dalam mendukung percepatan program perhutanan sosial.
Bicara perhutanan sosial bukan hanya pengajuan untuk mendapatkan akses legal. Hal terberat adalah bagaimana kelompok perhutanan sosial (KPS) bisa melaksanakan kewajiban dan tidak melakukan larangan pasca pemberian izin oleh pemerintah, dan pemerintah memenuhi hak-hak masyarakat yang diatur dalam undang-undang. Terdapat 3 bidang kelola yaitu kelola kelembagaan, kelola kawasan, dan kelola usaha. Di sini peran pendamping yang lebih fokus terhadap pendampingan pasca izin pengelolaan perhutanan sosial dibutuhkan sehingga ditunjuk dan disahkan melalui Surat Keputusan Kepala Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan sesuai wilayah tugas masing-masing.
Salah satu target dari perhutanan sosial adalah kemandirian kelompok perhutanan sosial melalui pengembangan usaha yang lestari. Hal tersebut diwujudkan dalam pembentukan suatu wadah untuk kelompok yang telah memiliki izin/persetujuan pengelolaan perhutanan sosial mengembangkan usaha dari kegiatan perhutanan sosial yang dijalani yaitu kelompok usaha perhutanan sosial (KUPS). Setelah dilakukan penguatan kelembagaan dan kelola kawasan yang baik, KTH dapat didampingi untuk mengembangkan usaha produk dan jasa untuk keuntungan kelompok dengan tetap memperhatikan kelestarian sumberdaya alam di wilayah kelola KPS masing-masing.
Sampai dengan akhir tahun ini, terdapat 21 KUPS yang teregistrasi di UPTD KPH Kota Agung Utara. Terdapat beberapa produk hasil hutan bukan kayu (HHBK) dan jasa lingkungan yang dikembangkan dari pengelolaaan 11 HKm oleh KPS. Beberapa produk usaha yang dikelola antara lain seperti wisata bunga Rafflesia di KHL Register 31 Pematang Arahan, wisata air terjun di KHL Register 30 Gunung Tanggamus, dan HHBK seperti madu, kopi, gula aren, durian, manggis, duku, jengkol, petai, kakao, rotan, dll.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H