Lihat ke Halaman Asli

senja

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Ketika matahari telah kembali keperaduanya bulanpun datang untukmenyambut datangnya malam angin berhembus sekencang kencangnya membuat hawa malam ini dingin membuat semua anggota keluarga masuk dan menddengkur di bawah selimut masing masing begitupun aku etelah berdiri di depan pintumelihat seja yang mulai hilang ditelan bulan. Itulah keiasaan fikri seorang bocah cilik yang selalai menunggu seorang di ambang pintu setiap senja yang entah kapan akan dating
Fikri meringsut mendekati ibunya
“bu, ayah kapansih dating” kata fikrilirih
“pada saat senja ayah pasti akan dating nak,” kata ibunya
Itu sebabnya kenapa setiap senja fikri berdiri di ambang pintu menunggu orang yang entah kapan akan hadir
******
Kicauan burung berlomba-lomba kokoan para ayam jantan berusaha membuat para orang malaz untuk bangun dari mimpi indahnya
“nak,ayo bangu sudah pagi” kata ibu lirih.
“ehmmm……,iya bu”kata Fikri seraya bergegas mandi.
Dia begegas mandi, sarapan dan berangkat sekolah.
Disekolah ………………..
Semua anak menempati bangku masing-masing. Fikri duduk di bangku paling depan. Bu Tanti masuk.
“assalamualaikum anak-anak “ sapanya
“waalaikum salam “jawab semu anak kompak
“pelajaran hari ini bercerita temanya tentang ayah” terang bu Tanti.
Deg! Otak fikri berputar bagaimana bisa dia bercerita tentang ayah sedangkan dia tak pernah bertemu dengannya. Dia harus bercerita apa? Satu dua anak sudah menceritakan kisahnya sekarang gilirannya fikri.
“ayo, Fikri giliran kamu “dia melangkah ragu-ragu menuju ke depan kelas.
“saya mau bercerita tentang senja “ semua anak bersorak mereka berfikir (apa itu senja kan disuruh cerita ayah kenpa senja )
“Fikri, temanya ayah bukan senja “tutur bu Tani semua anak tertawa mencibir
“maaf bu, tapi saya punya senja bukan ayah “
“kenapa? La dimana ayah kamu”
“ kata ibu saya ayah saya ayah akan datang di kala senja dia akan membawakan banyak mainan kata ibu dia baik, tampan, dan sayang sama Fikri jadi setiap hari saya selalu menunggu senja!” tutur Fikri
Bu Tanti tercengang ia tak menyangka seorang bocah berumur tujuh tahun itu memiliki kehidupan yang kelam semua anak terdiam dan lalu bertepuk tangan.
Di rumah…
Fikri berlari memeluk ibunya yang berada di depan pintu
“Bu, tadi Fikri disekolah disuruh bercerita “ Kata Fikri
Matanya mengerlap-ngerlap
“cerita apa nak! “kata ibunya
“cerita ayah “ katanya seraya tersenyum, ibunya ikut tersenyum bangga sekarang kamu masuk terus makan.
***************
8 tahun kemudian
Fikri beranjak dewasa menjadi seorang pemuda yang tampan dan penuh ambisi, tapi kebiasaanya menatap senja di ambang pintu masih terjadi menunggu seseorang yang entah kapan datang , tapi Fikri percaya ayahya akan datang.
Waktu terus berjalan Fikri mulai tumbuh dewasa kebiasaanya menatap senja sudah mulai terkikis begitu juga harapannya bertemu dengan ayahnya, ibunya sudah nulai rentan sudah tak pernah menemani Fikri melihat senja lagi.
*****************
Sore itu Fikri berdiri di ambang pintu melihat senja, fikiran Fikri melayang entah kemana Apakah memang ayahnya aka datan? Dua puluh tahun suah dia terus menunggu di ambang pintu tapi mana?ayahnya tak pernah datang
“nak,! “sapa ibunya memecah lamunan fikri
“bu, Fikri mau Tanya boleh” kata Fikri seraya memegang bahu ibunya yang mulai rapuh itu. Ibunya mengganguk pelan.
“Bu sudah 20 tahun Fikri menunggu tapi ayah tak pernah datang, setiap hari menunggu senja apakah ayah akan datang saat senja bu?” ibunya tercengang mendengar penuturan anaknya, anaknya benar ayahnya memang tak kan pernah datang.
“Nak… ibu tau itu semua, ibu sudah menunggu pertanyaanmu itu dan sekarang kamu telah menanyakannya nak…. Kamu selalu bertanya apakah ayahmu akan datang, dia memang takkan pernah akan datang. Ibu menyuruhmu terus menunggu, ibu ingin membelajarimu sabar, ikhtiar, dan tawakkal. Dan mengapa ibu menyuruhmu menunggu senja, karena senja adalah awal dari hari nak” tutur ibunya. Fikri tersenyum tipis melihat ibunya yang juga tersenyum padanya, dan hari itu juga semua pertanyaan Fikri telah terjawab.
“Terimakasih Tuhan karena Engkau telah memberikan hidup yang bermakna bagiku” batin Fikri diambang pintu seraya terbenam melihat senja yang mulai hilanh ditelan malam.

Jerukmacan, 21 Maret 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline