Lihat ke Halaman Asli

Puteri Adila

Universitas Islam Sultan Agung

Apakah Barang Hasil Curian Bisa Dipidana? Bagaimana Pandangan Menurut KUHP dan Menurut Prespektif Islam?

Diperbarui: 26 Oktober 2022   13:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bagaimana hukum membeli barang curian menurut KUHP?

Pasal 363 dan Pasal 364 KUHP Prespektif Fiqh Jinayah disebut pencurian berat dan bisa diancam dengan hukuman yang lebih berat hingga tujuh sampai sembilan tahun. Pasal 364 KUHP menetapkan pencurian kecil-kecilan sebagai tindak pidana yang diancam dengan pidana denda paling lama tiga bulan atau paling banyak Rp250. Pengaturan dalam pasal ini adalah penerapan sanksi terhadap pelaku tindak pidana pencurian.

Pasal 363 dan Pasal 364 KUHP tentang Tindak Pidana Pencurian Fiqh Jinayah termasuk dalam tindak pidana pencurian. Hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku pencurian didasarkan pada hukum fiqh Jinaya yang berlaku sebagaimana tertuang dalam Al-Qur'an, dan Al Hadits potong tangannya. Pasal 363 dan 364 KUHP memiliki sanksi yang memenuhi perspektif Zinaya Fikuf dan yang tidak. Sanksi StGB Pasal 363 adalah maksimal 7 sampai 9 tahun penjara. Menurut Fiqh Jinayah, sanksi yang berlaku adalah potong tangan, dan jika pelaku pencurian tidak memenuhi unsur jari pencurian, dikenakan sanksi potong tangan dan jika unsur tidak terpenuhi, sanksi yang diberikan akan berlaku. Itu Tajir. Sanksi berdasarkan Pasal 364 KUHP adalah penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Rp250. Mengingat isi Pasal 364 KUHP, hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku pencurian menurut Fiqh Jinayah adalah ta'zir.

Bagaimana hukum membeli barang curian menurut pandangan Islam?

Adalah ilegal untuk membeli barang curian ketika Anda tahu barang itu dicuri. Dalilnya adalah hadits Abu Huraila Ra yang diriwayatkan oleh Rasulullah saw.

"Barangsiapa membeli barang curian, sedang dia tahu bahwa barang itu adalah barang curian, maka ia bersekutu dalam aib dan dosanya "(HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi. Hadits Sahih. Lihat Imam As-Suyuthi, Al-Jami'ush Shaghir, Juz II, hal. 164; Yusuf Al-Qardhawi, Halal and Haram in Islamic (trans.), hlm. 363)

Hadits di atas dengan jelas menyatakan larangan membeli barang curian. Akan tetapi, hadits tersebut menunjukkan bahwa larangan tersebut diberlakukan ketika pembeli mengetahui bahwa barang yang dijual adalah barang curian. Pemahaman muhalafah (pengertian yang berlawanan) dari ungkapan ini adalah bahwa jika pembeli tidak tahu, dia tidak bersalah.

Adalah ilegal untuk membeli barang curian jika pembeli mengetahui bahwa barang yang dibeli adalah curian. Bahkan jika dia tidak mengetahuinya, penjual itu bersalah karena dia menjual sesuatu yang bukan miliknya.

Setiap orang yang telah membeli suatu barang yang diketahui telah dicuri wajib mengembalikan barang tersebut dan mengembalikan harga pembeliannya. Hal ini diperlukan karena transaksi jual beli antara pengepul dan pencuri merupakan transaksi jual beli yang tidak sah. Jika ada kecurigaan bahwa barang yang sudah dibeli mungkin dicuri - tetapi ini belum diverifikasi dan dikonfirmasi oleh pembeli sendiri - tidak perlu mengembalikan barang yang dibeli dan perdagangan ini merupakan perdagangan yang sah"

Ditulis oleh : Puteri Adila (Mahasiswi S1 Imu Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang)

Dosen Pembimbing : Dr. Ira Alia Maerani, S.H., M.H. (Dosen Fakultas Hukum UNISSULA, Semarang)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline