Lihat ke Halaman Asli

Menanti Kebahagiaan

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi seorang single parent tentu saja bukan hal yang mudah, aku mungkin masih muda tetapi sudah terlalu banyak kepahitan hidup yang aku alami. Semua orang pasti memiliki masalah, semua orang pasti memiliki kesulitan dalam hidupnya. Aku tidak selalu berpikir bahwa masalahku, cobaanku lebih berat dari orang lain. Diluar sana masih banyak yang lebih menderita dari yang aku rasakan. Aku melahirkan putraku pada tanggal 28 Oktober 2013 lalu.

Aku melahirkannya di salah satu Rumah Sakit swasta di Cielungsi. Aku melahirkan seorang diri, maksudku tak ada suami disampingku. Suami? suamiku tak pulang-pulang saat usia kandunganku 18 minggu, tak pula menafkahiku, dia ada bersama kedua orangtuanya, tetapi mereka tak peduli padaku, aku tau dia begitu karena kedua orangtuanya tak merestui pernikahan ini.  Beberapa kerabat mengatakan kisahku 11 12 dengan Ayu Ting Ting. Bersyukur ketika aku mengandung putraku, putraku amat sangat pengertian, tidak rewel seperti kebanyakan ibu hamil lainnya. Aku mungkin merasa juga ingin diperhatikan, disayang, dimanja, dibelikan ini dan itu seperti ibu hamil yang "ngidam" lainnya. Aku tak banyak menuntut, tapi aku banyak stres.  Seorang diri di trisemester awal kehamilan hingga aku melahirkan dan sampai detik ini aku rasakan semua kepedihan ini sendiri. Rasanya menyakitkan, tapi demi seorang putraku, aku akan bertahan. Prioritasku adalah putraku, tak masalah bagiku, walau aku banting tulang mencari nafkah seorang diri, tapi aku yakin Tuhan memiliki tujuan lain dari semua ini.

Putraku adalah harapan baruku, putraku adalah semangat baruku. Aku hidup untuknya, aku bekerja untuknya. Hanya aku yang dia miliki, tentu saja aku harus jadi seorang ibu yang tangguh, aku harus mampu menjadi Ibu juga seorang ayah, walaupun semua itu tidak akan pernah sama. Disini aku masih mencoba berjalan setapak demi setapak setelah terjatuh. Lututku belum terlalu kokoh untuk berlari, tapi aku yakin aku bisa bahagia dikemudian hari, bersama putraku dan keluargaku. Aku yakin aku bisa, karena aku sudah berada disini sekarang, cobaan dan ujian ini tak akan membuatku putus asa. Aku akan menunjukan kepada mereka yang sudah menghancurkan ku, bahwa mereka tidak menghancurkan masa depanku, mereka hanya menghancurkan masa laluku. Masa depanku masih milikku. Tanpanya aku dapat berdiri, tanpanya aku mampu membesarkan dan membiayai putraku, semoga engkau disana mendapatkan yang jauh lebih baik daripada aku, semoga kalian semua diampuni oleh Tuhan. Aku memaafkan kalian, aku mengikhlaskan yang kalian lakukan padaku. Sekarang giliranku untuk mendapatkan bahagiaku.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline