Lihat ke Halaman Asli

Jeritan Seseorang Terhadap Sistem Ranking di Pendidikan Indonesia

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Dalam Sekolah SD hingga Universitas yang saya alami, semuanya menggunakan sistem ranking. Orang yang paling pintar mendapat ranking 1 hingga yang paling bodoh dengan nilai yang jelek mendapatkan ranking terakhir.

Hal seperti itu di indonesia sudah biasa, bahkan sudah menjadi budaya. Sehingga anak yang rankingnya paling bawah akan dimarahi oleh orang tuanya, bahkan dengan ranking tersebut digunakan untuk memutuskan apakah anak tersebut layak naik kelas atau tidak. begitupula sebaliknya, orang yang sudah mendapatkan ranking terbaik justru oleh orang tua ditekan dengan cara disuruh les, bimbingan, dsb. tujuannya agar dapat mempertahankan ranking tersebut. selain peran orang tua yang demikian, pihak instansi juga berusaha untuk mengeluarkan anak tersebut dari ranking terakhir yaitu dengan cara memberikan bimbingan konseling, mengadakan bimbingan latihan soal, dsb.

Dulu ketika saat saya masih SMP, saya sepakat dengan adanya sistem ranking tersebut. tapi, lama-kelamaan saya mepertanyakan bahwa dengan adanya sistem ranking tersebut membuat orang depresi apabila rankingnya buruk, bahkan ada yang tidak mau sekolah lagi karena malu diejek temen, takut dibully, dst. dan lebih parahnya, orang tua akan memerahi anak tersebut, bahkan ada yang sampai menggunakan fisik dalam melampiaskan perasaannya karena ranking anaknya buruk.

Ini menurutku dilema, adanya sistem ranking justru menimbulkan efek negatif yaitu diejek murid, ditekan orang tua, dan instansi, walaupun ada juga dampak positif yaitu membentuk budaya kompetitif. Jika kita melihat tujuan pendidikan, maka kita tidak menemukan syarat ranking harus bagus. Karena pendidikan diciptakan/dibuat yaitu untuk mencetak skill, entah itu skill kognitif, afeksi atau psikomotor. Sehingga menurutku adanya sistem ranking kurang patut dilakukan, karena lebih banyak negatifnya.

Kami belajar bukan untuk bagus-bagusan nilai atau bagus-bagusan ranking. Tapi kami belajar untuk menumbuhkan skill kami, sehingga kami mohon jika kami ketika dalam berproses lebih lambat dari yang lainnya jangan di diskriminasi dengan pemberian ranking yang jelek, jangan mengejek kami, jangan menekan kami dengan menambahkan pelajaran-pelajaran yang mungkin tidak kami minati, jangan menekan kami dengan perkataan “kamu harus jadi dokter, insinyur, dsb”. lihatlah kami ! bukan melihat nilai dan ranking kami, tapi lihatlah minat kami dan buatlah minat kami menjadi bakat, bukan menumbuhkan bakat yang tidak kami minati.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline