Siapa yang tidak kenal kerupuk?
Lauk pauk yang selalu menemani kita saat makan nasi goreng, ketupat tahu, ketoprak, Dll.
Di sisi lain, kerupuk juga memiliki sejarah unik tersendiri pada masa jawa kuno hingga menjadi suatu perlombaan yang menarik untuk diikuti pada 17 Agustusan.
Menurut KBBI kerupuk adalah makanan yang dibuat dari adonan tepung dicampur dengan lumatan udang atau ikan, setelah dikukus disayat-sayat tipis atau dibentuk dengan alat cetak dijemur agar mudah digoreng.
Dilansir dari Wikipedia kerupuk berasal dari bahasa Jawa (krupuk). Istilah kerupuk juga terdapat pada Kakawin Ramayana (pupuh 26.25 (31)), Kakawin Bhomantaka atau Bhomakawya (pupuh 81.36), Kakawin Sumanasantaka (pupuh 113.10) yang ditulis oleh Empu Monaguna pada era kerajaan Kediri (abad ke-12 masehi).
Kerupuk sudah ada di Jawa sejak abad ke-9 atau ke-10 masehi. Dalam Prasasti Taji Ponorogo peninggalan kerajaan Mataram Kuno, bahwa krupuk rambak yang mengacu pada kerupuk yang terbuat dari kulit sapi atau kerbau, yang masih ada hingga saat ini sebagai krupuk kulit
Dalam perkembangannya kerupuk menyebar ke seluruh nusantara dan rasanya bervariasi sesuai dengan bahannya. Dari jawa, kerupuk menyebar ke berbagai wilayah pesisir Kalimantan, Sumatera, hingga Semenanjung Malaya.
Pada tahun 1930 - 1940 kerupuk menjadi salah satu makanan pelengkap andalan bangsa Indonesia, karena pada masa itu Indonesia mengalami krisis ekonomi, harga pangan tinggi dan tidak bisa dijangkau oleh masyarakat kelas menegah kebawah. Akhirnya kerupuk menjadi salah satu penyambung hidup sebab harganya terjangkau.
Kerupuk juga identik sebagai makanan rakyat kecil di masa perang untuk bisa bertahan hidup (Rosi Oktari, 2022).
Pada tahun 1950 perlombaan 17 Agustus-an mulai diadakan dengan tujuan sebagai sarana hiburan dan wujud syukur rakyat Indonesia yang telah bebas dari peperangan dan penjajahan.