Lihat ke Halaman Asli

Nopa Ariansyah

Manusia Fakir Ilmu

Tsunami di Masa Lalu, Aceh Saat Ini, dan Indonesia di Masa Depan

Diperbarui: 17 Juni 2015   14:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Nangroe Aceh Darussalam, sebuah provinsi yang terletak di ujung barat negara Indonesia. Provinsi yang mempunyai hak Lex specialis derogat ledi generali ini diberikan hak-hak khusus berdasarkan perjanjian Helsinski pada 15 Agustus 2005 sebagai bagian dari persyaratan damai antara Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Hak-hak khusus tersebut diatur dalam UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Kembali kebeberapa bulan sebelum perjanjian itu disepakati, ingatkah kita dengan sebuah peristiwa yang terjadi pada 26 Desember 2004? Delapan bulan sebelum disepakatinya perjanjian Helsinski. Ya, peristiwa itu bernama tsunami.

Pada Minggu pagi, 26 Desember 2004, sekitar pukul 07.58 WIB terjadi gempa dengan kekuatan 9,3 SR mengguncang Tanah Rencong. Gempa terjadi disekitaran Samudra Indonesia, sebelah barat Aceh dengan kedalam sekitar sepuluh kilometer. Tak lama berselang datanglah gelombang ombak dari lautan dengan tinggi hampir sembilan meter menerpa daratan Aceh dan negra-negara disekitar Aceh seperti Maladewa, Thailand, Malaisya, India, dll. Aceh pun hancur luluh lantah diterpa gelombang ombak yang bernama tsunami tersebut. Tidak kurang dari 200 ribu korban yang meninggal yang tersebar di delapan negara dan yang paling banyak tentunya dari Aceh, Indonesia.

Setelah kejadian tersebut, Aceh hancur lebur dengan mayat-mayat yang berserakan dan bangunan-bangunan yang luluh lantah karena diterpa gelombang tsunami tersebut. Derita untuk Aceh dan duka bagi Indonesia dan dunia. Aceh berada dalam posisi yang benar-benar hancur dan jatuh ke ke bawah, tidak ada pilihan selain untuk bangkit ke atas membangun kembali Aceh. Mungkin persitiwa inilah yang menjadi alasan utama dari perjanjian damai antara pemerintah RI dan GAM. Sebab tidak ada lagi yang bisa dilakukan untuk membangun kembali Aceh selain dengan melibatkan semua pihak, baik dari dalam masyarakat Aceh itu sendiri maupun rakyat Indonesia secara keseluruhan. Atau dalam artian semua komponen bangsa harus bersatu untuk membangun Aceh seperti sedia kala.

Hari ini, 26 Desember 2014, tepat sedekade setelah peristiwa tsunami itu berlalu, melalui berbagai sumber penulis menyimpulkan Aceh mulai kembali hampir seperti sedia kala. Aceh bangkit dari dari peristiwa kelam sepuluh tahun lalu untuk menata kembali kehidupan yang lebih baik meskipun peristiwa itu tetap membekas dalam benak warganya. Bersamaan dengan bergulirnya waktu ke waktu sejak tragedi sepuluh tahun lalu itu dan berdasarkan penelitian dari berbagai pakar bahwa disebutkan ada beberapa kejanggalan mengenai tragedi tsunami tersebut. Pihak tersebut mengungkapkan beberapa hal yang terjadi mengenai bencana tsunami yang terjadi sepuluh tahun silam tersebut. Setelah penulis membaca tentang hal-hal tersebut penulis merasa benar-benar miris dengan hal tersebut. Sebegitu hebatkah kecanggihan tekhnologi manusia pada saat ini hingga bisa menghilangkan ratus ribuan nyawa dan meluluhlantahkan sebuah peradaban? Suatu hal yang mustahil namun benar-benar terjadi hanya dengan menggunakan tangan manusia. Mengenai hal ini silahkan para pembaca mencari di google untuk mengetahui hal seperti apa yang sebenarnya menyebabkan terjadinya bencana tsunami di Aceh sepuluh tahun silam. Saya pun yakin Anda pasti akan merasa miris dengan hal-hal tersebut.

Entah benar atau tidaknya hal-hal yang mengungkapkan bahwa tsunami sepuluh tahun silam adalah ulah dari suatu bangsa yang rakus, yang ingi menguasai dunia berserta isi-isinya, penulis benar-benar merasa prihatin dengan keadaan negei ini kedepannya. Bercermin dengan peristiwa sepeluh tahun silam tersebut saat ini tanpa kita sadari sudah banyak campur tangan asing yang semakin nyata ingin menentukan arah hidup dari bangsa Indonesia. Smentara kita hanya sibuk dengan berpangku tangan menunggu nasib, mendewakan pemimpin yang penuh kepalsuan, dan rakus pada kekayaan dan jabatan. Kita saat ini selalu bergantung dengan asing, kebijakan-kebijakan pemerintah pun selalu berpihak pada kepentingan asing bukan pada kepentingan rakyat. Hak-hak kita digembosi dan kewajiban-kewajiban kita dimanipulasi. Memprihatinkan, sadarlah saudaraku. Lalu apa hubungannya tsunami dengan arah bangsa ke depan?

Saudaraku, dapat kita bayangkan terjadinya sebuah kejahatan kemanusian yang menghancurkan perdaban suatu bangsa dapat dilakukan dengan mudah oleh pihak-pihak yang ingin menguasai dunia. Pikirkanlah, ini tentang sebuah kejahatan kemanusiaan. Yang mana di sisi lain kita hanya diam tanpa melakukan suatu apapun. Lalu bagaimana bila mereka secara diam-diam maupun terang-terangan menguasai arah kehidupan kita ke depan dengan mempengaruh arah kebijakan yang diambil oleh negara? Jawabannya adalah kita hanya akan menjadi penonton dan “kacung” di negeri kita sendiri. Kekayaan alam kita akan dikeruk habis sementara kita dan anak cucu kita nanti hanya akan mendapatkan sisa-sisanya.

Saudarku, ini bukanlah sebuah bentuk provokasi maupun agitasi mengenai sesuatu yang terjadi pada 26 desember sepuluh tahun silam terhadap sebuah negara yang rakus tersebut. Hal ini melainkan hanyalah sebuah bentuk penyadaran kepada kita semua, khususnya kepada penulis, bahwa marilah kita bersikap kritis terhadap hal yang menyangkut dengan hak dan kewajiban kita sebagai rakyat dari suatu bangsa yang berdaulat dan merdeka. Marilah kita bersama-sama menentukan nasib hidup bangsa kita ke depan, nasib anak cucu kita nanti agar kita dan mereka dapat membawa negeri ini pada suatu keadaan aman, adil , dan makmur sesuai dengan yang termaktub dalam UUD 1945.

Marilah kita jadikan peringatan sedekade peristiwa kelam tsunami ini sebagai suatu bahan pembelajaran untuk mempersatukan bangsa kita yang pernah terpuruk karena musibah. Memang benar tsunami terjadi di Aceh. Namun Aceh adalah bagian dari Indonesia saudaraku, lalu masyarakatnya adalah saudara kita juga yang sebangsa dan setanah air. Duka mereka duka kita juga, derita mereka juga derita kita. Aceh bisa bangkit seperti saat ini karena semua komponen bangsa dari Sabang sampai Merauke dan dari Timor sampai pulau Rote bersatu untuk bangkit dan membangunnya bersama. Begitupun bangsa kita, Indonesia, bisa bangkit jika semua komponen bangsa dalam naungan Bhineka Tunggal Ika. Majulah bangsaku dan majulah negeriku, Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline