Lihat ke Halaman Asli

Agama Pembodohan?

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

12991545411210395565

[caption id="attachment_92243" align="alignnone" width="416" caption="Blue-headed tree agama (Acanthocerus atricollis) Photo taken by Rhett A. Butler"][/caption]

Agama-agama baru akan terus lahir di jaman yang terus berjalan. Minimal turunan dari Agama-Agama terdahulu. Agama lahir oleh karena kebutuhan manusia dan bertumbuhnya budaya yang kian dinamis. Mungkin suatu saat kelak nanti keturunan kita akan beragama lain (seperti juga leluhur kita dulu beragama lain). Dan oleh agama nya yang lain itu akan mendoakan kita. Adakah yang salah? Tidak.

 

Karena kebenaran hakiki itu bukan untuk dipersoalkan atau dipertentangkan, tetapi untuk diamalkan. Iman itu bukan untuk diperkarakan tapi untuk diwujudkan. Karena Iman tanpa perbuatan adalah sia-sia.

Iman dan pohon yang bagaimana?

 

Seperti perumpamaan seorang nabi, ia memangkas ranting-ranting pohon yang tumbuh hanya bagi dirinya di sebuah ladang dan membakarnya. Apinya cukup untuk menghangatkan surga. Akankah kita menjadi ranting-ranting yang tak berbuah?

Tak usah bermimpi jadi pohon. Kita bermimpi jadi ranting saja. Andai agama kita adalah sebuah pohon yang besar dan berbuah manis. Sama juga dengan pohon-pohon agama lainnya yang bertumbuh indah dan berbuah manis.

 

Kita adalah ranting dari pohon agama kita. Adakah dari kita sebagai ranting, menghasilkan buah, seperti dari ranting teman kita lainnya yang seagama (sepohon)? Bila ada benalu konsumtif, hedonis dan benalu jenis lainnya (seperti korupsi) tentu ranting kita tak berbuah baik. Jadi, bagaimana kita menjadi ranting yang baik dari sebuah pohon yang pasti baik?

 

Tuhan diam-diam akan memangkas ranting-ranting yang tak berbuah dan penuh benalu, agar sang pohon (agama) tak menjadi kerdil.

Bagaimana dengan sang pohon? Pohon sebagai agama mempunyai tubuh atau batang dan dahan. Tak lupa ia juga punya akar. Bagaimana dengan akar-akarnya, adakah semakin mengakar (menghujam sanubari umat)?

Akarnya harus bisa membumi, menyerap budaya lokal, menyerap asupan lokal, merangkul masyarakat yang tertindas dan terluka, menyentuh persoalan yang ada di akar-akar konflik masyarakat. Akarnya harus kuat ada di bumi yang dipijak. Walau pohon itu berasal dari bibit yang nun jauh didatangkan ke Indonesia ini, kiranya bibit itu harus menyesuaikan diri dengan bumi tempat ia tumbuh dan berakar.

Persoalan yang terjadi saat ini, dari pohon-pohon dengan jenis yang sama dan didatangkan dari negeri yang sama pula tak menghasilkan buah-buah yang sama. Lihat pohon agama yang tumbuh di daerah-daerah tertentu. Daerah yang basis agamanya kuat tapi sering terjadi pertumpahan darah, kekerasan dan fanatisme yang tak jelas. Pohon yang berakar kuat namun tak memberi ‘makanan’ yang cukup bagi ranting-rantingnya sehingga rantingnya menghasilkan buah-buah pahit. Dan kepahitan itu telah memakan korban.

Akankah pohon-pohon angker ini akan terus tumbuh? Tidak, karena benalu akan terus menghinggapi dan kerakusan akarnya mengeksploitasi bumi tempat ia berpijak akan teracuni. Teracuni oleh sampah-sampah masyarakat berupa buah-buah busuk yang beracun dan jatuh ke tanah tempat akar-akar rakus menghisap. Pohon akan keracunan, kerdil dan tumbang. Tumbang oleh angin badai yang akan menghantam.

Dan bibitnya akan terbang dan tumbuh di tempat yang lain dengan nama yang lain di tanah yang berbeda. Semoga kekerasan atas nama agama tak terulang, karena itu pembodohan. Agama tak pernah mengajarkan kekerasan. Kalau sampai terjadi, yakinlah agama itu akan tumbang dan lahirlah agama baru yang tanpa kekerasan.

sumber image : Mongabay.com




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline