Lihat ke Halaman Asli

Bugiler

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Membaca tulisan akhir-akhir ini saya tergelitik pada sebuah kata yang mungkin tabu di bulan puasa ini. Bugil.

Tulisan Achmad Subechi yang berjudul Sang Pelacur… membuat kita harusnya prihatin, pembersihan yang dilakukan Satpol PP hampir di seantero negeri ini kok hanya dipusatkan di bulan puasa di saat tentunya secara duniawi mereka-mereka juga harus mengumpulkan uang untuk membeli kebiasaan-kebiasaan masyarakat berpakaian baru bagi anak-anaknya dan dirinya di bulan ini. Mengapa harus di bulan ini saja dan mengapa selanjutnya di bulan-bulan berikutnya mereka dibiarkan menjual ketelanjangan mereka? Sepertinya mereka hanya menjadi 'mainan' sebuah rutinitas untuk melabelkan sucinya sebuah bulan di kota mereka. Sebaiknya cara pencegahan bertambahanya para pelacur tersebut tentunya dicari ujung pangkalnya.

Bagaimana dengan pelacur-pelacur yang terselubung? Kemarin mereka-mereka telah berpesta pora dalam Pemilu, dan kini ada yang telah puas syahwatnya dan ada yang belum. Pesta yang mempertontonkan anggur-anggur kenikmatan yang membuat kita terlena dan terpukau pada janjinya. Akankah mereka seindah janjinya?

Saya terpukau pada tulisan berikutnya dari Jusra yang berjudul SBY, DPR, dan Penari Bugil Sejalan dengan tulisan saya di atas, kita akan menelanjangi mereka. Menelanjangi para pelacur-pelacur politik tersebut. Satu persatu di waktu yang berjalan kita akan melihat liukan-liukan tarian mereka. Akankah ini menjadi sebuah tarian yang erotis dan tabu? Akankah air liur kita akan menetes atau malah kita akan meludahinya? Tergantung kita yang memaknai ketelanjangan mereka.

Ada yang menganggap ketelanjangan mereka (korupsi, nepotisme dan kolusi) adalah hal yang wajar untuk mempertahankan kekuasaan dan menggemukkan kenderaan politik(partai) atau mungkin balas jasa untuk sebuah pemenangan.

Ada yang menganggap ketelanjangan mereka memukau dan pantas ditiru oleh generasi muda berikutnya (umumnya yang berpartai dan bercita-cita jadi politikus karbitan).

Ada yang menganggap ketelanjangan mereka sangat memuakan, hingga apatis dan menganggap dunia ini harus kiamat hari ini juga.

Dan anggapan-anggapan lainnya.......

Kini telah bugil di depan mata, mereka berkata-kata, senyum dan bertegur sapa di media. Mereka telah dibebaskan untuk mempertontonkan kemampuan dirinya oleh kemenangan yang kita berikan. Akankah bulan suci ini akan menghentikan 'kemaksiatan' mereka hanya di satu bulan ini saja dan selanjutnya akan berkata, Lanjutkan?

Bila para pelacur-pelacur yang di tangkap Satpol PP mencari uang sekedar untuk membeli pakaian baru bagi anak-anaknya dan makanan yang enak untuk berbagi dengan tetangga di kampung, bagaimana dengan pelacur-pelacur politik? Beranikah Satpol PP menangkapnya?

Kita tunggu kabarnya di tulisan-tulisan kaum bugiler, eh kaum blogger Kompasiana.

(Judul di atas terpaksa saya buat 'Bugiler" untuk mencegah masuknya Satpol PP ke forum ini.)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline