Awal perkenalan saya dengan Serikat Petani Katu (SPK) sekitar delapan tahun lalu, tepatnya pada 2017. Saat itu SPK dimotori dengan semangat kelompok-kelompok muda Katu sebagai wadah belajar dan memperluas wawasan.
Mengingat saat itu tidak semua kelompok muda Katu dapat melanjutkan pendidikan mereka ke perguruan tinggi dan memilih menjadi petani.Meski demikian, kelompok muda Katu ini tidak menutup diri tetapi justru terbuka akan pengetahuan.
Hal yang sama juga dilakukan kelompok muda Katu yang memiliki kesempatan mengenyam pendidikan diperguruan tinggi. Mereka tidak pelit dan berbangga diri akan ilmu yang mereka dapatkan. Sehingga saat mereka kembali ke desa, mereka justru bertemu membentuk dan membentuk lingkaran untuk bertukar tambah pikiran ditemani beberapa gelas tuak (saguer).
Dari lingkaran yang dibumbui umpatan-umpatan efek tuak akibat situasi mereka, kelompok muda Katu ini punya inisiatif untuk membentuk wadah pembelajaran. Sehingga lebih terorganisir dengan baik.
Singkat cerita, pada 14 juli 2017 mereka membentuk sebuah organisasi lewat kongres pertama yang diberi nama Serikat Petani Katu.
Dari situ saya mulai akrab dengan SPK, beberapa kesempatan bertemu dengan anggota SPK dan melakukan diskusi serta agenda bersama.
Potensi SPK
Seiring berjalannya waktu SPK cukup aktif dalam menjalankan diskusi dan agenda-agendanya. Anggota SPK mulai belajar untuk mengelola sebuah organisasi, hingga pada 24 september 2018 bendera SPK ikut berkibar dalam merespon Hari Tani Nasional (HTN) dikota Palu dengan bergabung bersama Aliansi Rakyat Bersatu.
Tanpa disadari SPK yang seumur jagung sudah mulai menunjukan eksistensinya. Tentu bukan hanya sekedar mencari eksistensi yang menjadi tujuan utama SPK. Tetapi bagaimana kesadaran mereka akan pentingnya menjadi bagian pergerakan. Anggota SPK saat itu sudah berani untuk tampil dan menyampaikan aspirasinya sebagai petani. Mereka tidak lagi memandang status mereka lebih dibawah daripada mahasiswa.
Beberapa tahun berlalu, bencana non alam Covid-19 melanda dunia yang mengakibatkan beberapa aktivitas manusia menjadi terbatas. Namun demikian, tidak berarti bagi SPK. SPK justru memanfaatkan bencana non alam sebagai peluang untuk menjalankan agenda mereka dipertanian. Mereka tampil lebih produktif dan lebih percaya diri. Sebab, banyak aktivitas mereka habiskan dipertanian.
Hingga pada 2021, SPK membuat sebuah kebun kolektif dengan kolaborasi bersama Komunitas Celebes Bergerak. SPK cukup mahir memainkan perannya. Dengan segala loyalitas, kolektifitas yang baik serta antusias yang mereka tunjukan.