Lihat ke Halaman Asli

Indonesia Berkacalah!

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap pelaksanaan pilkada, pastilah memakan biaya yang cukup besar. Baik itu biaya dari segi penyelenggaraannya atau biaya dari pihak-pihak yang yang turut ambil bagian dalam pilkada itu sendiri. Saking besarnya biaya yang dibutuhkan kadang pasangan calon tertentu membutuhkan penyandang dana untuk mencapai hasratnya. Dengan iming-iming proyek ini itu, kadang pasangan calon dengan beraninya meminta pinjaman dana dari pengusaha-pengusaha yang tentu saja juga mempunyai banyak kepentingan.

Ini hampir terjadi disetiap daerah yang menyelenggarakan PILKADA di Indonesia. Yang paling diuntungkan dari praktik semacam ini adalah para INCUMBENT yang tentu saja ingin melanjutkan kekuasaannya. Incumbent mempunyai bargaining power yang cukup kuat karena selain telah dikenal banyak oleh masyarakat, para Incumbent juga berusaha menperpanjang nafasnya di ranah pemerintahan dengan menggerakkan semua lini jajaran kekuasaan yang ada di bawahnya baik mulai dari kepala dinas, para camat, kepala desa, sampai pada RT2nya sekalian. Selain itu banyak ancaman yang bermunculan bahwasanya jika tidak memilih Incumbent, para pegawai yg ada di daerahnya akan kena mutasi ke tempat2 terpencil.. sangat ironis....

Masalah mulai muncul ketika incumbent kembali menduduki tampuk kekuasaan. Para pengusaha mulai menagih janji, maklum sudah keluar banyak saat pilkada. Senjata ampuh mulai dimunculkan oleh para incumbent. Jual beli proyekpun berlangsung. Bahkan ada kegiatan pada dinas2 tertentu belum saatnya di tenderkan, pemenangnya sudah ditentukan. Ini sama saja dengan mengesampingkan kerja dari panitia pengadaan yang sudah ada pada dinas2 terkait. kalo saja pada saat mengikuti pelaksanaan tender perusahaan tersebut kelengkapan administrasinya terpenuhi, mungkin saja ditentukan sebagai pemenang. kalo tidak, gimana? apakah hasilnya harus dipaksakan? Apakah Paniatia Pengadaan hanya sekedar pajangan..... disatu sisi kita harus menegakkan hukum dan sesuai dengan hati nurani, namun disisi lain dihadapkan pula pada loyalitas kepada pimpinan......

Kalaupun kenyataannya harus seperti itu, untuk apa ada panitia pengadaan kalo hanya untuk pajang nama saja... itulah susahnya kalau yang namanya KKN (Kolusi, Korupsi & Nepotisme) sudah mendarah daging di negeri kita yang tercinta ini. apakah harus ada penghapusan satu generasi untuk memutuskan rantai KKN yang kian hari-kian menebal...(klo rantai kebanyakan, kian hari kian tipis dan karatan). Anak cucu negeri ini siap2lah untuk menjadi tumbal, kala itu semua belum teratasi dan penegakan hukum masih jalan ditempat. ini hanya sekelumit cerita dari satu sisi mengenai bobroknya negeri kita. Indonesia (pemimpin atau rakyatnya) berkacalah, kita semakin menua.... saatnya menumpuk amal ibadah bukannya menumpuk dosa!!!! Karena kita bukanlah PENGHUNI TERAKHIR...... kita hanyalah penghias BERANDA negeri tercinta ini.... Perayaan ULTAH Kemerdekaan sdh di depan mata, tapi nyatanya sampai hari ini kita belum mampu menikmati kemerdekaan... kasihan............. (ada yang tau gak sosok yang namanya kemerdekaan itu bentuknya seperti apa?)

NB: ini bukan certa rekaan, tapi inilah realita yg terjadi dinegeri kita...




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline