Lihat ke Halaman Asli

Putri Apriani

Fiksianer yang Hobi Makan

[FR] Lelaki Tua dan Sepertiga Malam

Diperbarui: 14 Juli 2015   15:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada sepertiga malam, ada lelaki tua tetap teguh mengayuh onthelnya. Bulan hampir saja karam, ayam sebentar lagi kan terjaga. Dingin malam yang menyapa, tak membuat lelaki tua itu kalah. Usianya memang sudah tak muda lagi, tetapi tubuh ringkihnya masih saja tegar, semangatnya masih terus berkobar. Baginya bulan ramadhan ataupun bukan, adalah sama. Sama-sama harus menahan haus dan lapar. Makannya tak bertambah banyak, terkadang sehari hanya makan sekali, atau bahkan tidak sama sekali.

Seminggu menjelang Idul Fitri, lelaki tua tampak kebingungan, memikirkan istrinya – yang sedang sakit – yang entah akan makan apa nanti. Ketupat lebaran beserta opor ayam rasanya bagai makanan super mewah, ia tak mampu, walau hanya sepotong ketupatpun.

Pada sepertiga malam, ia tak pernah lupa bermunajat pada Sang Khalik, mensyukuri segala yang telah diberi, walau hanya berupa napas yang masih dapat ia hirup hingga detik ini. Lelaki tua itu, entah masih seberapa banyak lagi stok kesabaran yang masih ia simpan. Ia selalu yakin bahwa Allah Maha Adil.

Selepas tahajud, air putih – untuk sahur – telah  terhidang di meja makan, dua gelas saja cukup untuk menyiram tenggorokannya yang kering. Kemudian ia bergegas menuju pasar – tak lupa mencium kening istrinya yang telah lima puluh tahun lebih setia menemani – melakukan apa yang bisa dilakukan, mendapatkan apa yang bisa didapatkan, termasuk sayuran sisa, asal halal, ia dan istrinya tak akan sakit perut, dan yang jelas mereka berdua terbebas sementara dari rasa lapar.

Pada sepertiga malam ia mengayuh onthelnya, sambil memikirkan keinginan istrinya, yang sebenarnya sederhana : sebuah mukena yang tak robek, sebuah mukena yang tak harus baru. Entah kapan janjinya akan ia tepati, ia hanya mampu mengangguk dan mengatakan “sabar, pasti akan aku belikan.”

Lelaki tua, tak lelah menyusuri jalan, walau terik, walau alas kaki semakin menipis. Dari kejauhan, tak jauh dari rumahnya, ia melihat seorang anak lelaki tergeletak tak sadarkan diri, dengan sekuat tenaga yang ia punya, ia membawa anak lelaki itu ke rumahnya. Entah apa yang dialami anak yang usianya sekitar dua belas tahun ini, beberapa bagian tubuhnya tampak memar, ketika ditanya “apa yang terjadi dengan kamu, Nak?” Anak itu hanya terdiam, dan menggeleng. Begitu seterusnya ketika lelaki tua mulai bertanya, mencari tau tentang jati diri anak tersebut. Hingga akhirnya lelaki tua memutuskan untuk mengantarkan anak itu ke kantor polisi.

***

Suara takbir berkumandang, lelaki tua dan istrinya pun melafalkan takbir dari dalam gubuk reyot mereka, rumah terindah yang pernah mereka miliki sepanjang hidup. Dan bunyi ketukan pada pintu membuat mereka sedikit terkejut, pada ketukan yang ke tiga, lelaki tua beranjak, mencoba melihat siapa yang berada di balik pintunya.

Seorang anak lelaki yang wajahnya pernah ia kenal bersama sepasang suami istri, tampaknya mereka adalah sebuah keluarga yang harmonis. Lelaki tua menanyakan perihal maksud kedatangan mereka. “Aku Rasyid, Kek, yang pernah kakek tolong seminggu yang lalu.”

“Iya, aku ingat.” Ujar lelaki tua setelah beberapa lama berpikir.

Lalu obrolan berlanjut, tampak begitu hangat. Ternyata Rasyid adalah korban penculikan yang berhasil lolos. Dan ayahnya adalah pendiri sebuah panti asuhan yang terkenal dermawan. Dalam kesempatan tersebut, ayah Rasyid menyerahkan beberapa paket sembako, beberapa pasang pakaian, uang tunai, juga keperluan lain untuk lelaki tua dan istrinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline