[caption caption="Hasil jepretan sendiri, kamera pinjam sama sebelah :D"][/caption]
Kepergian Wayan Mirna Salihin sungguh menyedot perhatian. Bahkan di minggu kesekian, kematiannya tetap menjadi misteri. Sementara pihak kepolisian telah menetapkan Jesica sebagai tersangka. Sabtu, 20 Februari lalu, bertempat di Bentara Budaya Jakarta, mulai pukul 10.00-12.00 WIB, Tim investigasi KompasTV ‘Berkas Kompas’ membagi kisah di balik layar investigasi dalam melacak jejak sianida.
Acara yang mengundang beberapa Kompasianer, pemirsa KompasTV dan rekan media ini menghadirkan beberapa orang yang kompeten dalam bidangnya, seperti Veronica Hervy selaku produser dan Mercy Tirayoh yang merupakan reporter ‘Berkas Kompas’. Hadir pula Dr. rer. nat. Budiawan, Ahli Toksikologi Kimia Universitas Indonesia. Sementara Glory Oyong (host Sapa Indonesia pagi) bertindak sebagai Host.
[caption caption="Glory Oyong (dok. Putri Apriani)"]
[/caption]
Bincang Sapa merupakan sebuah program talk show yang mengangkat isu-isu terhangat yang dibahas secara on-air di KompasTV. Dalam episode perdana ‘Berkas Kompas’ mengangkat isu atau topik yang sedang ramai dibicarakan, dan juga merupakan titik awal di mana sianida menjadi trending topic.
Veronica dan Mercy selaku tim investigasi menceritakan perjalanan mereka dalam mencari sianida. Sebelumnya, acara ini diawali dengan menampilkan VT investigasi ‘Berkas Kompas’. Pencarian berawal dari penyamaran mereka yang mengaku sebagai mahasiswi kimia yang sedang mencari sianida untuk keperluan bahan praktek, sianida yang kita ketahui adalah zat kimia berbahaya dan tak boleh dijual secara bebas, nyatanya malah mudah didapatkan, tanpa diminta/tanpa adanya surat resmi dari manapun. Sejatinya, untuk memperoleh sianida, biasanya diperlukan surat izin resmi (surat keterangan pembelian bahan kimia) dari dosen atau koordinator yang mengurus zat kimia.
Harga satu tabung sianida (seberat 50 kg) di pasaran adalah sekitar 3,7 juta rupiah, tapi harga tersebut pun masih dapat ditawar oleh tim investigasi ‘Berkas Kompas’ hingga mencapai 3,2 juta rupiah saja. Bagi tim investigasi ‘Berkas Kompas’ yang notabene pernah mengenyam pendidikan di bidang kimia, merasa tidak mengalami kesulitan ketika melakukan penelusuran sianida. Melakukan penyamaran atau pendekatan kepada narasumber adalah hal yang lumrah. Kendala yang mungkin dialami adalah kesulitan teknis seperti kamera tersembunyi yang tertutupi sesuatu sehingga berpengaruh dalam pengambilan gambar, atau hilangnya momen yang menurut tim adalah momen penting. Bagi tim investigasi, identitas narasumber bersifat privat, lokasi pun banyak di blur agar tidak mudah diketahui secara umum.
Dalam investigasi tersebut, tim membeli tiga gelas kopi Vietnam untuk dilakukan uji coba. Kopi-kopi tersebut diberikan sianida dalam gram-gram yang berbeda. Seperti apakah hasilnya? Kopi yang dicampur dengan sianida dalam gram yang besar, setelah didiamkan beberapa menit, berubah warna menjadi kuning seperti kunyit.
Reaksi orang dalam menerima racun adalah berbeda, tergantung sistem imun pada masing-masing orang tersebut. Sementara reaksi orang yang keracunan sianida diawali dengan mual, muntah, pusing, hingga berakibat kematian. Natrium sianida juga bersifat iritasi, jika tertinggal atau menempel di bagian tubuh maka bagian tubuh tersebut akan terasa gatal atau panas. Selain itu, sianida pun mudah larut dalam air panas tentunya dengan proses pengadukan yang berulang.
Sianida sebenarnya sangat bermanfaat dalam bidang pertanian, industri pertambangan, industri logam dan banyak lagi. Manfaatnya dalam pengolahan pertambangan yaitu untuk memulihkan emas, tembaga, seng, dan perak. Selain itu sianida juga digunakan dalam penelitian laboratorium, dengan kadar yang sangat kecil, sianida digunakan untuk berbagai reaksi proses kimia sintetis. Yang sangat disayangkan adalah penyalahgunaan zat kimia berbahaya ini, misalnya untuk membunuh seseorang. Sejak zaman dahulu pun, sianida pernah digunakan sebagai alat untuk membunuh, biasanya digunakan dalam pembunuhan kelas tinggi seperti elit politik, karena tingkat efektifitasnya sangat tinggi.
Di Jerman tingkat kepedulian terhadap bahan kimia berbahaya sangat tinggi. Ketika ada suatu kejadian yang berhubungan dengan bahan kimia di suatu tempat, maka seluruh warga negara akan gempar, bukan hanya di tempat kejadian saja. Di sana pemerintah mensosialisasikan kepada masyarakat agar lebih mengenal bahan kimia. Sayangnya, di Indonesia sendiri, belum memiliki peraturan jelas tentang penjualan bahan-bahan kimia, sehingga kadar kepeduliannya pun sangat rendah.