Oleh Ferry Taliwang (Aktivis Muda Sumbar)
Epyardi Asda tidak dikenal sebagai buya atau ulama. Akan tetapi, ia punya sisi religius yang bermanfaat bagi banyak orang. Kesalehannya bukan hanya kesalehan individual, melainkan juga kesalehan sosial.
Pertama, zakat mal. Epyardi dan keluarganya rutin mengeluarkan zakat mal tiap tahun dengan jumlah miliaran rupiah. Terakhir ia mengeluarkan zakat mal Rp5 miliar pada 2024, yang sebagiannya ia berikan kepada korban galodo di Pesisir Selatan.
Kedua, pesantren gratis. Epyardi mendirikan Pondok Pesantren Darul Ilmi di Jorong Kubang Gajah, Nagari Singkarak, Kecamatan X Koto Singkarak, Kabupaten Solok. Sejak pesantren itu berdiri sekitar delapan tahun lalu, Epyardi menggratiskan untuk santri biaya makan, tidur, belajar, dan semua fasilitas di pesantren tersebut. Ia membangun pesantren itu tidak untuk mencari keuntungan finansial, tetapi untuk mendapatkan rida Allah dan rasul-Nya.
Ketiga, memberikan gaji untuk fakir miskin dan anak yatim. Selama menjadi Bupati Solok, Epyardi tidak mengambil gajinya. Ia memberikan seluruh gajinya sebagai bupati kepada fakir miskin dan anak yatim. Sebagaimana yang ia katakan bahwa ia menjadi bupati tidak untuk mencari kekayaan karena kekayaannya sudah cukup baginya.
Keempat, menyedekahkan usia kepada masyarakat. Epyardi tidak hanya menyedekahkan hartanya, tetapi juga menyedekahkan usianya. Epyardi menyadari bahwa ia sudah cukup tua. Usianya kini 63 tahun. Karena itu, ia ingin menghibahkan sisa usianya untuk mengabdi kepada masyarakat. Ia menyadari bahwa harta yang banyak, istri yang cantik, dan anak-anak yang banyak tidak akan dibawa mati. Yang akan dibawa mati ialah pahala dari amal saleh. Ia ingin beramal saleh dengan cara mengabdi kepada masyarakat dengan menjadi pemimpin. Ia ingin sisa usianya bermanfaat bagi banyak orang. Karena itu, usia masa tuanya, yang seharusnya ia gunakan untuk menikmati hasil kerja kerasnya selama ini, ia gunakan untuk bekerja guna mengabdi kepada masyarakat Sumbar.
Kelima, berniat membahagiakan ibu. Ketika merantau untuk kuliah di Pendidikan Perwira Pelayaran Besar di Semarang, lalu bekerja di Singapura, ia meniatkan semua usaha dan kerja kerasnya dalam belajar dan bekerja untuk membahagiakan ibunya karena sedih melihat ibunya susah bekerja di kampung. Dengan izin Tuhan, Epyardi berhasil menamatkan kuliahnya tanpa biaya orang tua dan mendapatkan pekerjaan di Singapura, hingga menjadi kapten kapal. Gaji awal-awal ia bekerja di Singapura ia berikan semuanya kepada ibunya. Dalam sebuah acara wisuda di Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, Epyardi berpesan kepada mahasiswa untuk melakukan melakukan apa pun dengan niat untuk membahagiakan ibu. Ia percaya niat seperti itu akan mengantarkan seseorang kepada kesuksesan.
Keenam, bekerja untuk mendapatkan pahala dari Allah. Dalam bekerja, Epyardi punya motivasi bernilai religius. Sebagai abdi masyarakat, seorang kepala daerah atau ASN dalam bekerja seharusnya hanya mengharapkan rida Allah dan Rasul-Nya. Epyardi mengingat pesan guru spiritualnya bahwa hakikat ibadah bukan hanya salat dan berzikir. Hakikat ibadah ialah apa pun yang kita lakukan, dari bangun tidur sampai tidur kembali, bila mengharapkan rida Allah dan Rasul-Nya, semuanya akan menjadi amal ibadah. Epyardi yakin bahwa abdi masyarakat yang bekerja dengan niat mengharapkan rida Allah dan Rasul-Nya, serta ingin bermanfaat untuk masyarakat, jika meninggal dalam melaksanakan tugas, dinilai sebagai mati syahid. Dengan niat seperti itu, apa pun yang dilakukan akan terasa ringan sebab tantangan apa pun akan dilakukan dengan lapang dada.
Demikianlah sisi religius Epyardi Asda. Ia politisi beragama, yang menjalankan nilai-nilai agama agar bermanfaat bagi orang lain. Ia bukan politisi yang menjual agama demi kepentingan pribadi atau kelompoknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H