Sahabat Juara,
Apa respon Anda untuk pertanyaan tersebut di atas, bahagia dulu baru tersenyum atau senyum dulu baru Anda bahagia?
Kalau menunggu bahagia dulu baru tersenyum, pantasan Anda tidak pernah tersenyum karena yang namanya bahagia itu harus Anda stimulasi terlebih dahulu. Bahagia tidak datang begitu saja tetapi harus Anda ciptakan. Bagaimana memunculkannya? Ya, dengan tersenyum terlebih dulu :)
Dengan tersenyum, tubuh mengirimkan sinyal ke otak untuk mengeluarkan hormon serotonin (hormon yang mengatur suasana hati agar bahagia dan mencegah depresi).
Hari ini, 20 Maret 2017, kita memperingati “Hari Bahagia Sedunia” (International Day of Happiness). Maka, topik tentang kebahagiaan dan bagaimana cara menggapainya menjadi sangat relevan kita perbincangkan.
Adalah Jayme Illien, penasihat PBB, yang 2012 mengusulkan istilah “hari bahagia” ini. Dasar pemikirannya sederhana. Ia menengarai, banyak orang telah keliru mengukur keberhasilan hidup. Orang-orang keliru itu menempatkan kekayaan sebagai parameter keberhasilan. Maklum, ukuran paling kasat mata untuk merepresentasikan keberhasilan adalah pencapaian ekonomi.
Jayme Illien mengoreksi. Apa artinya kaya jika tidak bahagia? Sebaliknya, ia berargumen, orang bisa bahagia tanpa menjadi kaya terlebih dulu. Dan ujungnya, mereka yang bisa merayakan hidup adalah mereka yang pertama-tama bahagia, bukan kaya.
Setahun kemudian, setiap tanggal 20 Maret, PBB memperingatinya sebagai hari bahagia sedunia. PBB merintis gerakan untuk meluruskan pandangan masyarakat tentang hidup.
Sebagaimana Anda, saya menyimak serius gerakan ini. Dalam hemat saya, sampai gerakan ini dicetuskan oleh PBB artinya memang kebahagiaan merupakan isu kunci yang sangat penting. Artinya, dalam pandangan PBB, wajah dunia ke depan ditentukan oleh level kebahagiaan warga dunia, dan bukan semata oleh wajah kaya warganya.
Nah, mari kita wujud-konkretkan gagasan PBB tersebut. Percuma PBB bikin gerakan yang keren kalau warganya tidak menyambut dengan antusias. Atau, percuma jika PBB menginginkan dunia bahagia namun warga dunia tak menginginkannya.
Saya dan Anda yang belajar NLP (neuro-linguistic programming) tahu, bahagia itu berangkat dari pikiran. Pikiran yang menginginkan bahagia akan membimbing ucapan, tingkah laku, dan aktivitas apa pun hanya untuk bahagia. Ucapan yang digerakkan oleh pikiran bahagia terpancar dari kata-kata yang keluar dari mulut: saya bisa, saya optimistis, saya mencintaimu. Respons dari orang yang berkata bahagia juga mudah dikenali: senyum, tertawa, memuji.