Lihat ke Halaman Asli

Rahasia Olimpian Emas Indonesia di Rio 2016

Diperbarui: 26 April 2017   07:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Di awal tahun 2017 ketika saya diminta oleh beberapa korporasi untuk membawakan topik tentang Champion Mentality pasangan ganda campuran bulutangkis peraih Olimpian Emas di Rio 2016, saya jadi teringat tentang beberapa tips dan strategi yang saya bagikan saat sesi coaching 3 hari sebelum keberangkatan mereka ke Rio De Janeiro.

Sebelum membagikan tips dan strategi Olimpian Emas Indonesia tersebut, ada baiknya kita pahami bahwa Mental Juara tidak dibangun semalaman, tetapi merupakan proses berkesinambungan (tanpa henti) selama bertahun-tahun memberikan totalitas dan komitmen dalam dirinya untuk mencapainya.

Dari pemahaman tersebut di atas, JUARA bukanlah merupakan suatu hasil akhir tetapi merupakan suatu proses perjalanan untuk terus memberikan yang terbaik dari dirinya: bangkit kembali ketika jatuh, berjuang kembali untuk terus melampaui rekor prestasi pribadinya, komitmen untuk terus memberikan yang terbaik dalam situasi dan kondisi apapun yang dialami.

Saat itu pertengahan 2016, ketika saya teringat bahwa kemungkinan ini akan menjadi Olimpiade yang terakhir bagi Liliyana Natsir (mengingat faktor usia) sehingga saya berinisiatif mengajak bertemu kembali dengan pasangan Juara ini. Sambil memutar otak mencari cara bagaimana bisa memotivasi kembali kedua pasangan Juara ini lewat pendekatan strategi lain yang lebih efektif dan tepat sasaran. Padahal ilmunya ada di depan mata dan sudah saya kuasai. Namanya strategi Coaching.

Coaching berbeda dengan Training, Mentoring, Counseling, Consulting. Empat istilah yang saya sebutkan terakhir bersifat lebih memberitahu, menasehati, mengajarkan antara pengajar dan yang diajar. Sedangkan Coaching menurut definisi ICF (International Coach Federation) adalah kemitraan antara Coach dan Coachee (klien) dalam proses kreatif dan menantang proses berpikir untuk mengilhami coacheememaksimalkan potensi personal dan profesionalnya. Saya tidak mengajarkan mereka tetapi menantang mereka untuk memikirkan sendiri bagaimana cara terbaik untuk mencapai potensi puncak mereka. Tontowi merasa lebih dilibatkan sehingga tidak lagi merasa bahwa ini adalah sekedar nasehat-nasehat teoritis. Dia mulai berinisiatif mengambil tanggung jawab sebagai pelaku untuk mengendalikan pikiran dan tubuhnya.

Berikut adalah gambaran sesi Coaching 3 hari sebelum keberangkatan mereka ke Brasil:

  1. Alasan

Apa alasan kuat mereka harus menjadi Juara? Mengapa harus di event ini? Mengapa mereka harus berusaha dan berlatih lebih keras?

Jawaban-jawaban tersebut adalah sebagai motivasi internal bagi mereka. Kalau mereka memiliki alasannya yang kuat maka mereka akan bergerak dan berjuang untuk mencapainya. Ini berkaitan dengan penting atau tidaknya tujuan mereka tersebut. Juga berkaitan dengan mendesak atau tidaknya untuk mencapai tujuan tersebut. Ketika tujuan ini penting dan mendesak maka mereka akan berjuang mati-matian untuk mencapainya.

Sebaliknya, alasan yang tidak kuat tidak akan memotivasi mereka untuk bergerak. Alasan yang tidak mendesak membuat mereka bisa menunda dan melakukannya di lain kesempatan. Alasan yang tidak penting membuat mereka tidak menempatkan tujuan tersebut sebagai prioritas yang utama. Alhasil dorongan internal tidak akan menggerakkan mereka jika sesuatu alasan tersebut tidak lagi penting dan mendesak.

Mark Spitz, Michael Phelps, Joseph Schooling, Richard Sam Bera adalah segelintir dari deretan nama-nama Juara di kolam renang yang terus memacu dan memotivasi diri untuk melampaui limit karena mempunyai alasan sukses yang sangat kuat.

  1. Visualisasi

Benda di dunia diciptakan 2x. Pertama kali dalam alam pikiran dan yang kedua baru diwujudkan atau direalisasikan. Dengan melakukan visualisasi berarti membiasakan di pikiran mereka bagaimana yang namanya kemenangan itu, bagaimana strategi menghadapi lawan yang berat, bagaimana mencari jalan keluar ketika pukulan salah terus-menerus, dan lain sebagainya. Dengan melakukan ini, mereka membangun koneksi yang kuat antara synaps di saraf mereka agar gerakan-gerakan mereka semakin terlatih, terkoordinasi, dan alami.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline