Lihat ke Halaman Asli

Kontribusi Perpustakaan dalam Integrasi Nasional

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1344471488485552312

[caption id="attachment_198979" align="aligncenter" width="412" caption="ilustrasi - http://sejarahabadi9.blogspot.com"][/caption]

Pendahuluan

Struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh dua ciri yang bersifat unik. Secara horisontal ditandai adanya kenyataan kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan suku-bangsa, perbedaan-perbedaan agama, adat istiadat serta perbedaan-perbedaan kedaerahan. Secara vertikal struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam.

Perbedaan-perbedaaan suku-bangsa, perbedaan-perbedaan agama, adat dan kedaerahan seringkali disebut sebagai ciri masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk. Konsep masyarakat majemuk, sebagaimana yang banyak dipergunakan oleh ahli-ahli ilmu kemasyarakatan dewasa ini, mendefinisikan sebagai suatu masyarakat yang terdiri atas dua lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain di dalam suatu kesatuan politik. Dalam kehidupan politik tanda paling jelas dari masyarakat Indonesia yang majemuk tidak adanya kehendak bersama.

Kemajemukan masyarakat Indonesia akan membawa dampak positif dan negatif. Dampak positif menunjukkan keanekaragaman dan kekayaan budaya masyarakat. Dampak negatif jika kemajemukan tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan desintegrasi nasional. Untuk itu dalam tulisan ini mencoba untuk mengangkat bagaiman kontribusi perpustakaan dalam integrasi nasional.

Kemajemukan Masyarakat Indonesia

Kemajemukan masyarakat Indonesia merupakan suatu yang tidak mungkin untuk ditolak. Sebagaimana diungkapkan Nasikun (no date), kemajemukan masyarakat Indonesia terjadi karena beberapa faktor.

Pertama, keadaan geografis yang membagi wilayah Indonesia atas kurang lebih 3000 pulau yang terbentang di suatu daerah ekuator sepanjang kurang lebih 3000 mil dari timur ke barat dan lebih dari 1000 mil dari Utara ke Selatan merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap terciptanya kemajemukan suku bangsa di Indonesia.

Ketika nenek moyang bangsa Indonesia yang sekarang ini mula-mula sekali datang secara bergelombong sebagai emigran dari daerah yang sekarang kita kenal sebagai Tiongkok Selatan pad kira-kira 2000 tahun sebelum Masehi, keadaan geografis serupa itu telah memaksa mereka untuk harus tinggal menetap di daerah yang terpisah-pisah satu sama lain. Isolasi geografis yang demikian di kemudian hari mengakibatkan penduduk yang menempati setiap pulau atau sebagaian dari suatu pulau di Nusanatara tumbuh menjadi kesatuan suku-bangsa yang sedikit banyak terisolasi dari kesatuan suku-bangsa yang lain.

Kedua, kenyataan bahwa Indonesia terletak di antara samudera Indonesia dan samudra Pasific, sangat mempengaruhi terciptanya pluralitas agama di dalam masyarakatnya. Oleh karena letaknya yang berada di tengah-tengah lalu-lintas perdagangan laut melalui para pedagang asing. Pengaruh yang pertama kali menyentuh masyarakat Indonesia berupa pengaruh kebudayaan Hindu dan Budha dari India sejak 400 tahun sesudah Masehi. Hinduisme dan Budhaisme pada waktu itu tersebar meliputi daerah yang cukup luas di Indonesia, serta lebur bersama-sama dengan kebudayaan asli yang telah hidup lebih dahulu sebelum itu. Hindhuisme dan Budhaisme terutama di pulau jawa dan di pulau Bali tertanam dengan kuatnya sampai sekarang.

Pengaruh kebudyaan Islam mulai memasuki masayarakat Indonesia sejak abad ke 13, akan tetapi baru benar-benar mengalami proses penyebaran yang meluas sepanjang abad 15. Ketiga, iklim yang berbeda-beda dan struktur tanah yang tidak sama di antara berbagai daerah di kepulauan Nusantara merupakan faktor yang menciptakan pluralitas regional. Perbedaan curah hujan dan kesuburan tanah merupakan kondisi yang menciptakan dua macam lingkungan ekologis yang berbeda di Indonesia. Perbedaan lingkungan ekologis tersebut menjadi sebab bagi terjadinya kontras antara Jawa dan Luar Jawa dalam bidang pendudukan, ekonomi, dan social. Kondisi ini juga berpengaruh terhadap terbentuknya kemajemukan bagi penduduk Indonesai.

Persilangan kepentingan di berbagai lahan kehidupan, selain merupakan akar dari kompleksitas problematis kerusuhan kolektif, dalam evaluasi yang proporsional menunjukkan titik temu integrasi kepentingan dengan titik masuk melalui prioritas problematis yang dirasakan bersama. Pendekatan kesejahteraan sosial melihat realitas problematis ini sekaligus sebagai sumber dan potensi pengembangan kapasitas internal masyarakat, melalui aktualisasi solidaritas sosial dalam implementasi fleksibel perajutan kepentingan bersama dan pengendalian penguatan primordialisme.

Untuk mewujudkan kemajemukan dalam integrasi nasional munculnya kesadaran bersama untuk mengikat kemajemukan tersebut melalui kesepakatan nasional yaitu sosiopolitik. Walaupun secara politik kemajemukan dapat diintegrasikan namun secara alamiah keanekaragaman budaya masih tetap tumbuh dan berkembangan di masing-masing daerah. Satu diantara sebagai media untuk integrasi bangsa adalah ideologi negara sebagai landasan filosofi dalam kehidupan bernegara.

Jamaludin Ancok mengemukan bahwa dalam rangka mengurangi terjadi konflik sosial sebagai akibat dari keanekaragaman masyarakat salah satunya melalui pendidikan. Dengan pendidikan akan membangun kesadaran masyarkat tentang perlunya toleransi dalam kehidupan bermasyarakat. Disamping itu dengan pendidikan masyarakat dalam menyikapi perbedaan dapat menggunakan pendekatan intelektual dan menjauhkan pendekatan emosional.

Landasan Filosofi Kontribusi Perpustakaan

Tujuan besar bangsa Indonesia dalam mewujudkan integrasi nasional sebagimana tercantum dalam pembukaan UUD 45 yaitu, “membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenab bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteran umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.

Kemudian tujuan besar tersebut diterjemahkan dalam dataran operasional sebagimana yang tercantum dalam batang tubuh UUD 45, yaitu pada pasal 28 dan pasal 31. Dimana pada pasal 28 disebutkan “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”. Sedangkan pada pasal 31 disebutkan:

(1)Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan;

(2)Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya

(3)Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang;

(4)Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional;

(5)Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradapan serta kesejahteran umat manusia.

Sumber falsafah dan dasar kehidupan berbangsa tersebut diatas, menurut Sudarsono (2006) perpustakaan merupakan landasan filosofi perpustakaan. Mengacu pada falsafah dan dasra tersebut terungkap secara tegas bahwa bangsa Indonesia ingin membangun suatu masyarakat yang berpendidikan dengan didukung adanya sarana-sarna informasi.

Melalui pendidikan ini diharapkan akan tumbuh rasa tolerasi dalam menyikapi keanekaragaman dalam bermasyarakat. Sehingga perbedaan tidak akan dijadikan sebagai sarana desintegrasi, tapi sebaliknya akan muncul sikap tolerasi karena perbedaan yang ada. Disinilah letak pentingnya perpustakaan sebagai saran pendukung dalam pelaksanaan sistem pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai wujud integrasi nasional.

Kontribusi Perpustakaan dalam Integrasi Nasional

Kontribusi perpustakaan dalam integrasi nasional berkaitan dengan fungsi perpustakaan. Sebagaimana dikemukakan Sulistyo-Basuki (1993), juga Soedarsono (2006) perpustakaan berfungsi sebagai; Pertama merekam pengetahuan, perpustakaan sebagai tempat untuk mengakumulasi rekaman pengetahuan manusia pada jamanya. Dengan tujuan untuk mengingat dan menyampaikan pengetahuan. Dengan adanya akumulasi pengetahuan muncul peluang untuk melakukan pendidikan dan melakukan penelitian.

Kedua, perpustakan mempunyai fungsi pendidikan dan penelitian Hasil pendidikan dan penelitian ditulis dalam bentuk buku, artikel dan sebagainya kemudian dikelola di perpustakaan untuk dapat digunakan kembali dalam proses pendidikan dan penelitian. Ketiga, fungsi kebudayaan tempat untuk menyimpan hasil dari budaya masyarakat. Keempat fungsi rekreasi yang dimaksud rekreasi disini adalah suatu proses yang dilakukan sesorang dalam menciptakaan ide-ide baru atau menjadi kreatif kembali dari koleksi-koleksi yang tersedia di perpustakaan.

Melalui fungsi tersebut, perpustakaan mempunyai posisi strategis dalam upaya mewujudkan integrasi nasional yaitu sebagai sarana kegiatan belajar. Keberadaan perpustakaan, baik perpustakan umum, perpustakaan perguruan tinggi, atau perpustakaan sekolah merupakan sarana untuk mendukung proses terbentuk masyarakat terdidik. Dengan masyarakat yang terdidik, maka dalam menyikapi perbedaan akan lebih mengedepankan sikap toleransi. Apalagi perpustakaan dalam upaya melayankan informasi yang dimiliki tidak membeda-bedakan suku, agama, status sosial ataupun budaya. Dengan prinsip layanan perpustakaan dilakukan secara demokrasi kepada setiap pengguna.

Penutup

Keanekaragaman masyarakat Indonesia merupakan kemestian yang tidak mungkin untuk dinafikan. Hal ini terjadi karena faktor geografis, letak Indonesia diantara dua samudra, faktor iklim dan struktur tanah yang berbeda. Oleh karena beberapa faktor diatas, maka terjadi kemajemukan masyarakat pada aspek agama, suku, budaya, ras, dan status sosial. Jika kemajemukkan tersebut tidak dikelola dengan baik akan membawa dampak negatif, yaitu terjadinya desintegrasi nasional.

Namun sebaliknya jika kemajemukkan tersebut dapat dikelola dengan baik akan membawa integrasi nasional yang ditandai dengan kekayaan budaya. Salah satu saran untuk membangun integrasi nasional adalah dengan mencerdaskan masyarakat melalui pendidikan. Sebab dengan pendidikan akan tercipta masyarakat cerdas yang terdidik. Dengan kercerdasan tersebut masyarakat akan mampu menyikapai perbedaan dengan mengedepankan sikap toleransi, dibandingkan sikap emosional.

Perpustakaan dengan fungsinya, sebagai merekam pengetahun, pendidikan dan penelitian, kebudayaan memiliki kontribusi penting dalam integrasi nasional. Kontribusi perpustakaan secara nyata dalam upaya mendukung terbentuknya masyarakat yang cerdas yaitu melalui tersedianya informasi. Sisi lain dalam upaya melayankan informasi yang ada di perpustakaan senantiasa menjunjung nilai-nilai demokrasi, yaitu dalam melayanai pemakai tidak membeda-bedakan karena perbedaan ras, agama, suku, warna kulit dan status sosial.

Daftar Pustaka

Nasikun. no date. Sistem Sosial Indonesia, Yogyakarta: FISIPOL-UGM.

Sudarsono, Blasius, 2006. Mencari Akar Kepustakawanan Indonesia, Visi Pustaka: 8(1)

Sulistyo-Basuki. 1993. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline