Kembali saya harus menggelengkan kepala dan bingung melihat dunia hukum kita saat ini, sebagai orang hukum yang seringkali meluruskan berbagai logika sesat atau logical fallacy maupun pandangan buruk orang awam terhadap dunia hukum.
Saya kembali dibuat bingung argumentasi apa yang harus saya lontarkan ketika orang-orang awam berkomentar dan bertanya kepada saya terkait dengan kasus penghinaan palestina yang demikian ?
Penghinaan terhadap Negara Palestina, tepatkah pasal UU ITE berujung pidana penjara diterapkan bagi seorang karyawan swasta di NTB dan ancaman drop out dari sekolah bagi siswi SMA di Bengkulu ?
Kita tahu, pada kasus penghinaan palestina di media sosial baik yang dilakukan oleh seorang siswi SMA dan pegawai swasta kedua-duanya telah mendapat hukuman telak (yang seharusnya tidak perlu dilakukan ) .
Siswi SMA di Bengkulu dikeluarkan dari sekolah dan Pegawai Swasta di NTB terpaksa dijerat dengan UU ITE. Menurut pendapat saya,hal ini terlalu berlebihan dan semakin menunjukkan kegagalan kita membentuk pendidikan moral dan norma-norma yang baik.
Dalam kasus ini,perbuatan yang dilakukan baik yang pelajar maupun pegawai swasta tersebut memang tidak dapat dibenarkan secara moral dan menciderai kemanusiaan yang kita junjung tinggi namun bukan berarti bobotnya sama dengan kasus-kasus fatal lain yang berujung pada pidana atau perbuatan melawan hukum.
Mari kita bahas terkait kasus siswi SMA di Bengkulu terlebih dahulu, Lembaga pendidikan dalam hal ini Sekloah sudah sepatutnya harus menjadi tempat di mana seorang siswa yang melakukan perbuatan tidak benar seharusnya diperbaiki dan dididik pemikirannya agar menjadi benar, sekolah tidak boleh menyerah untuk melakukan perbaikan moral dan melakukan pendidikan norma-norma yang baik.
Begitu pula dengan pegawai swasta yang dijerat UU ITE, hal yang paling bijak dilakukan oleh pihak kepolisian adalah melakukan pembinaan dan pendidikan moral serta norma-norma dengan level yang berbeda.
Seperti pemikiran saya dalam artikel sebelumnya,pegawai ini seharusnya dihukum dan dibina dengan pekerjaan sosial maupun hukuman lain yang bersifat keadilan restoratif.
Terkadang apa yang dilakukan oleh si pegawai swasta tersebut seringkali berangkat dari ketidaktahuan dan pendidikan yang rendah,maka sudah kewajiban negara untuk membinanya. Bukan dengan kriminalisasi.