Lihat ke Halaman Asli

Puspo Lolailik Suprapto

Esais/Bookstagrammer

Mengharapkan Pemimpinan Perempuan di Pemerintahan Desa untuk Memperkuat Demokrasi

Diperbarui: 21 Juli 2024   06:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Desa Sesaot mendapatkan sertifikasi desa wisata berkelanjutan (Radar Lombok)

Di Indonesia, perempuan, penyandang disabilitas, dan kelompok marginal masih menghadapi berbagai hambatan yang disebabkan oleh budaya patriarki.

Kita bisa melihat bahwa di banyak tempat, terutama di daerah yang bukan kota besar, masyarakat masih sulit menerima perempuan sebagai pemimpin di ruang publik, seperti dalam pemerintahan desa.

Di pedesaan, pemimpin perempuan masih jarang ditemui. Banyak tantangan budaya yang masih patriarkis mempengaruhi pengambilan keputusan di desa. Padahal, kehadiran kepala desa perempuan sangatlah penting untuk memperkuat demokrasi di tingkat lokal.

Jumlah perempuan yang masih sedikit di lembaga pemerintahan daerah berdampak pada kurangnya perhatian terhadap isu perempuan dan kelompok marginal. Hal ini memengaruhi penyusunan kebijakan pembangunan inklusif di desa, yang merupakan pemerintahan terdekat dengan masyarakat.

Kepemimpinan Perempuan Masih Sangat Jarang di Semua Level

Strategi Pengarusutamaan Gender (PUG) adalah usaha bersama antara pemerintah dan berbagai pihak untuk meningkatkan partisipasi perempuan di bidang politik, baik di lembaga pemilu maupun di luar pemilu.

Di tingkat nasional, pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019, hanya sekitar 20,5% atau 118 dari 575 calon anggota DPR adalah perempuan. Namun, pada Pileg 2024, jumlah tersebut meningkat menjadi 37,7% atau 2.896 caleg perempuan. Meskipun demikian, angka ini masih jauh di bawah 62,3% atau 6.427 caleg laki-laki.

Pemerintahan Presiden Joko Widodo memiliki jumlah menteri perempuan terbanyak dalam kabinetnya dan juga menunjuk duta besar perempuan lebih banyak daripada sebelumnya.

Faktanya, kepemimpinan perempuan di tingkat daerah masih sangat kurang. Selama dua periode pemerintahan Jokowi, hanya ada empat perempuan yang menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) definitif.

Selain itu, persentase perempuan yang mengikuti Pelatihan Kepemimpinan Nasional tingkat I dan II di Lembaga Administrasi Negara (LAN) sangat rendah dibandingkan laki-laki. Pada tahun 2004, 2005, 2019, dan 2021, hampir tidak ada perempuan dari daerah yang diutus untuk pelatihan ini.

Kepemimpinan perempuan di tingkat desa masih sangat terbatas. Hanya 5,5% atau 4.120 dari total kepala desa di Indonesia adalah perempuan. Perempuan juga hanya mewakili 22,1% atau 149.891 dari 677.355 perangkat desa di seluruh negara. Contohnya, di Kabupaten Lombok Timur, hanya ada satu kepala desa perempuan dari 239 desa, menurut data Dinas DP3AKB setempat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline