Lihat ke Halaman Asli

Diam

Diperbarui: 24 Juni 2015   23:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Seperti angin dimusim gugur.
Menggugurkan dedauan kering tak bernyawa.
Terbang.
Tergeletak tak bernyawa.
Terbang.
Teronggok menjadi sampah yang berguna.
Terbang.
Menyentuh dinginnya air yg mengalir sendu.

Aku.
Yaa, aku.
Menatap bisu semua kehidupan.
Kesakitan, jerit tangis, atau pun senyum kebahagiaan.

Bercerita tentang daun.
Hijau lalu layu, dan tak bernyawa.
Terbang.
Atau hanyut di antara desiran napas kehidupan.

Seperti roller coaster, mengikuti rel yang tak beraturan.
Seperti hembusan angin, yang slalu berubah arah, menantang atau mengikuti.

Aku.
Yaa, aku.
Diam membisu.

Tatapan genit bandit-bandit muda.
Syiit.
Mereka manusia hina.
Meskipun aku tahu aku juga hina.
Syiit.
Tangan jahil mereka, membuat dunia ingin menendangnya.

Aku.
Yaa, aku.
Terpaku tak berkutik.

Saat,
semua berubah.
Dunia maya menghanyutkan generasi ku.
Seperti menghanyutkan daun layu yang mengapung.
Seperti menerbangkan daun layu ke langsung dari dahannya.
Semua mata tak berkutik.
Tatapan mereka liar.
Seliar binatang tak berakal.
Bagai manusia tak berakhlak.
Manusia tak beradab.
Dengan tangan jahil merusak dunia!

Aku.
Yaa, aku.
Diam membisu tak berkutik.
Aku.
Yaa, aku.
Malu mengakui bahwa aku bagian dari mereka, generasi perusak yg gila akan dunia!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline