Lihat ke Halaman Asli

Pelanggaran Hak Penjual oleh Pembeli Barang Angsuran (positivisme dan sosiological jurisprudensi)

Diperbarui: 1 Oktober 2024   20:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tugas 2
Puspita Kholifah Raharjanti_222111270 HES 5E

Salah satu kasus masalah hukum ekonomi syariah yang terjadi di masyarakat adalah pelanggaran hak penjual oleh pembeli barang angsuran. Kasus ini terjadi di Gampong Jeulikat, Kecamatan Blang Mangat, di mana banyak pembeli yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran angsuran sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.


Detail Kasus
Praktik Pelanggaran, Pembeli yang telah sepakat untuk membayar barang secara angsuran sering kali melanggar janji dengan tidak melunasi pembayaran tepat waktu, bahkan melebihi batas waktu yang ditentukan. Hal ini merugikan penjual yang bergantung pada pembayaran tersebut untuk keberlangsungan usaha mereka.
Menurut pandangan ulama, praktik jual beli angsuran ini sah secara hukum, selama harga barang yang dijual sama dengan harga tunai. Namun, pelanggaran yang dilakukan oleh pembeli dianggap sebagai tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah, karena mengabaikan kesepakatan yang telah dibuat.
Dalam perspektif hukum ekonomi syariah, tindakan pembeli yang tidak memenuhi perjanjian dapat dianggap sebagai pelanggaran. Hal ini menciptakan ketidakadilan dan merugikan pihak penjual, sehingga dapat menimbulkan sengketa hukum yang perlu diselesaikan melalui mekanisme peradilan atau alternatif penyelesaian sengketa.

Penyelesaian Sengketa
Untuk menyelesaikan sengketa semacam ini, pihak penjual dapat mengajukan perkara ke Pengadilan Agama sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama, yang memberikan kewenangan kepada Pengadilan Agama untuk menangani sengketa ekonomi syariah. Selain itu, alternatif penyelesaian seperti arbitrase juga dapat dipertimbangkan jika kedua belah pihak setuju untuk menggunakan mekanisme tersebut. Kasus ini mencerminkan tantangan dalam penerapan hukum ekonomi syariah di masyarakat, terutama dalam hal kepatuhan terhadap perjanjian dan penyelesaian sengketa.


Dalam menganalisis kasus pelanggaran hak penjual oleh pembeli barang angsuran di Gampong Jeulikat, Kecamatan Blang Mangat, kita dapat menggunakan dua pendekatan teori hukum yang berbeda: positivisme hokum dan sociological jurisprudence.


Positivisme Hukum
Positivisme hukum berfokus pada hukum sebagai seperangkat aturan yang ditetapkan oleh otoritas yang berwenang, tanpa mempertimbangkan moralitas atau nilai-nilai sosial. Dalam konteks kasus ini, positivisme hukum akan menekankan pentingnya perjanjian yang telah dibuat antara penjual dan pembeli.
Positivisme hukum akan menilai bahwa setiap pihak harus mematuhi ketentuan yang ada dalam perjanjian angsuran. Jika pembeli melanggar ketentuan tersebut, maka penjual berhak untuk mengambil tindakan hukum berdasarkan aturan yang berlaku.
Dalam perspektif ini, jika terjadi pelanggaran, penjual dapat mengajukan gugatan ke pengadilan untuk menuntut pemenuhan kewajiban pembayaran dari pembeli sesuai dengan hukum positif yang berlaku, seperti Undang-Undang tentang Perjanjian.

Sociological Jurisprudence
Sociological jurisprudence, di sisi lain, menekankan interaksi antara hukum dan masyarakat serta bagaimana hukum harus beradaptasi dengan realitas sosial. Pendekatan ini lebih memperhatikan konteks sosial dan kebutuhan masyarakat.


Dalam kasus pelanggaran hak penjual, sociological jurisprudence akan melihat bagaimana perilaku pembeli mencerminkan kondisi sosial dan ekonomi di Gampong Jeulikat. Misalnya, jika ada faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi kemampuan pembeli untuk membayar angsuran, hal tersebut perlu dipertimbangkan dalam penyelesaian sengketa.


Dari perspektif ini, hakim tidak hanya berfungsi sebagai penerap undang-undang tetapi juga sebagai agen perubahan sosial (social engineering). Hakim dapat mempertimbangkan solusi yang lebih adil dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, bukan sekadar menerapkan sanksi berdasarkan ketentuan hukum positif.

Kesimpulan
Kedua pendekatan ini memberikan wawasan yang berbeda dalam menangani kasus pelanggaran hak penjual oleh pembeli barang angsuran. Positivisme hukum menekankan kepatuhan terhadap peraturan formal, sementara sociological jurisprudence berfokus pada konteks sosial dan adaptasi hukum terhadap kebutuhan masyarakat. Pendekatan yang holistik dapat membantu dalam mencapai penyelesaian yang lebih adil dan efektif bagi semua pihak yang terlibat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline