Al-ummu madrasatul ula, seorang ibu merupakan madrasah pertama untuk anak-anaknya. Seperti sebuah madrasah yang menjadi tempat belajar dan menimba ilmu, maka seperti itu pula seorang ibu. Di pundaknya ada tanggung jawab yang tidak terkira, di tangannya ada amanah yang sangat besar, dan di dalam genggamannya ada harapan yang begitu tinggi. Peran ibu penting dalam menunjang pendidikan anak-anaknya. Tidak hanya anak saja yang dituntut untuk menjadi pintar, tetapi kita juga sebagai orang tua harus memiliki ilmu yang cukup untuk membekalinya.
Anak adalah pemberian Allah azza wa jalla yang dititipkan dalam hidup kita sebagai anugerah yang harus kita syukuri dan jaga. Sebagai seorang ibu kita harus paham apa yang menjadi tanggung jawab kita terhadap hak-haknya. Salah satunya yaitu memberikan pendidikan yang merupakan fasilitas utama dari segala fasilitas pendukung lainnya. Baik itu pendidikan akademis maupun non-akademis. Yang tak kalah penting adalah pendidikan agama yang menjadi modal utama dan terbesar untuk menjadikannya pribadi yang baik.
Meski begitu, kebanyakan orang tua lebih memilih menyerahkan pendidikan anaknya full kepada gurunya di sekolah. Bahkan banyak dari kita memanggil seorang guru private untuk mengajarinya, meskipun untuk anak yang masih pada tahap awal pengenalan angka dan huruf, calistung (baca, tulis, hitung).
Menurut saya, jika tahap awal pengenalan angka dan huruf diserahkan kepada guru, ini bukan karena kita sebagai orang tua yang minim pengetahuan tentang calistung, hanya saja ini masalah kurangnya kesabaran kita dalam membimbingnya. Jika kita sabar dalam mengenalkan angka dan huruf, kita tidak akan menyerahkan segala hal yang basic (dasar) kepada guru private.
Nah, setelah anak-anak kita mengenal dasarnya, kita baru bisa melangkah ke tahap selanjutnya. Dalam hal ini yang akan saya bahas adalah angka. Setelah mereka mengenal angka, mengetahui bentuk-bentuk angka yang mereka sebut, dan mampu menyebutkannya sampai puluhan, kita baru bisa mengajarinya penjumlahan. Namun, mulailah mengajarinya penjumlahan yang hasilnya tidak lebih dari sepuluh. Yang cukup dengan menggunakan jemari tangan tanpa alat bantu sempoa.
Ketika mereka sudah paham, mulailah mengajari yang hasilnya lebih dari sepuluh. Namun, pernah tidak, mereka kesulitan dalam hal ini dan melontarkan perkataan, "Jari aku cuma ada sepuluh, Ma. Enggak cukup ini, bagaimana?" Pasti pertanyaan itu pernah mereka lontarkan. Di sini saya punya trik mudah untuk menyiasatinya.
Contoh: 8 + 5 = ....
Kita jelaskan triknya bahwa angka yang lebih besar di mulut dan angka yang kecil di jemari.
"Delapan di mulut, lima di jari," sembari menunjukkan dan membuka kelima jemari kita.
"Delapan ... delapannya cukup di mulut saja, ya. Setelah delapan berapa? Sembilan, sepuluh, sebelas, dua belas, tiga belas," jelaskan perlahan sambil menekuk satu per satu dari kelima jemari kita.