Lihat ke Halaman Asli

Puspa Nur Elisa

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Singaperbangsa Karawang

Jerat Hukum Pelaku KDRT dalam Perspektif Hukum Pidana

Diperbarui: 12 November 2022   15:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pandemi Covid 19 telah menimbulkan berbagai permasalahan, salah satunya dengan meningkatnya kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Komnas perempuan mencatat terjadinya kenaikan sebesar 75% selama pandemi. Hal ini tentu tidak seberapa dibandingkan dengan kasus yang tidak tercatat dan tidak dilaporkan meski aturan terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga ini telah jelas tertuang dengan ancaman yang tidak main-main.

Dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Kekerasan dalam Rumah Tangga atau disingkat dengan KDRT didefinisikan sebagai setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Tidakan KDRT tidak hanya berupa kekerasan fisik saja. Berikut adalah jenis-jenis kekerasan yang dapat terjadi di dalam rumah tangga.

  • Kekerasan fisik yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat.
  • Kekerasan psikis yang mengakibatkan ketakutan, rasa tidak berdaya dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
  • Kekerasan seksual yang berupa pemaksaan untuk memuaskan hasrat seksual dengan hubungan seksual baik berbentuk verbal maupun fisik.
  • Kekerassan penelantaran yang berupa menelantarkan orang lain dalm rumah tangganya sedangkan berdasarkan hukum yang berlaku untuknya atau karena persetujuan atau peranjian ia wajib memberikan perawatan, kehidupan dan pemeliharaan pada orang tersebut.

 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau UU PKDRT telah mengatur sanksi bagi pelaku yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Sanksi tersebut tertuang dalam pasal 44 s/d 49 UU PKDRT. Orang yang melakukan kekerasan fisik dalam ligkup rumah tangga akan dihukum dengan hukuman penjara maksimal Rp. 15 juta. Jika tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam melakukan aktifitas sehari-hari pidana penjara maksimal empat bulan atau denda maksial 5 juta rupiah. Kemudian jika luka berat atau jatuh sakit maka dapat dipenjara maksimal 10 tahun atau denda maksimal 30 juta rupiah. Jika sampai menghilangkan nyawa dapat dipidana maksimal 15 tahun penjara atau denda maksimal 45 juta rupiah. Kekerasan psikis diancam pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak 9 juta rupiah. Kekerasan seksual diancam pidana paling lama 12 tahun atau denda paling banyak 36 juta rupiah. Sedangkan pelaku penelantara dapat dipidana paling lama 3 tahun atau denda paling banyak 15 juta rupiah.

Kekerasan dalam rumah tangga ini juga menentang kostitusi yang tertuang dalam Pasal 28G ayat 2 UUD Negara Republik Indonesia 1945 yang menyataan bahwa “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain”

Komunikasi dan pemahaman mejadi kunci dalam berjalannya suatu hubungan rumah tangga. Jika terjadi kekerasan, segeralah cari bantuan dan melapor kepada pihak yang berwajib karena kekerasan tidak dapat dimaklumi maupun dimaafkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline