Lihat ke Halaman Asli

Puspa DwiAndani

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Indonesia Darurat Etika dalam Beriklan di Televisi

Diperbarui: 10 April 2020   17:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Iklan di Televisi

Televisi adalah media komunikasi massa yang sangat populer. Saat ini televisi sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia yang sudah tidak dapat dipisahkan. Hal ini dapat dilihat dari kepemilikan televisi yang hampir setiap rumah memilikinya. Tidak jarang di setiap rumah memiliki lebih dari satu stasiun televisi. Televisi memang termasuk media yang sangat menghibur di kalangan banyak orang. Tidak hanya anak-anak saja yang gemar menonton televisi, bahkan orang dewasa pun masih memiliki keinginan yang tinggi untuk menonton televisi, karena televisi memiliki banyak program acara yang menghibur penonton. Ada fenomena “ubiquity”, artinya kita seolah-olah tidak bisa lepas dari atau lari dari terpaan iklan (Kriyantono, 2013: 3).

Sebagai sebuah industri, stasiun televisi membutuhkan iklan. Iklan itu dibutuhkan oleh stasiun televisi untuk meraih pendapatan. Pendapatan yang diperoleh itu digunakan untuk membiayai produksi program mereka. Iklan dapat mempengaruhi konsumen melalui beragam metode, namun yang paling utama adalah bahwa tujuan iklan adalah meningkatkan kemungkinan bahwa konsumen yang terpapar iklan akan berperilaku atau percaya seperti yang diinginkan pengiklan (Junaedi, 2019: 123).

Di setiap program televisi selalu ada segmen iklan. Iklan di televisi memiliki durasi yang  terpola antara 15 detik, 30 detik, dan kelipatannya. Iklan ini biasanya mempromosikan suatu barang atau jasa. Bersaing dengan internet, industri penyiaran televisi harus pandai-pandai dalam meraih pemasaran iklan.

Sayangnya masih ada beberapa iklan di stasiun televisi yang telah melanggar Etika Pariwara Indonesia (EPI). Berikut ini adalah beberapa contoh iklan yang telah melanggar EPI:

1. Iklan Ichitan Thai Signature

Iklan yang tayang di GTV pada tanggal 3 Maret 2020 jam 11.05 WIB di dalam program acara Spongebob Squerpants Movie, menyatakan bahwa minuman  ini adalah satu-satunya yang asli dari Thailand. EPI sebenarnya telah mengatur dalam Bab III.A No. 1 Pasal 1.2.3 yang mengatakan bahwa iklan tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti “paling”, “nomor satu”, “top”, atau kata-kata berawalan “ter”, dan atau bermakna sama.

2. Iklan Citra Natural Glowing with UV

Sumber: Iklan di Televisi

Iklan yang tayang di stasiun televisi SCTV pada tanggal 3 Maret 2020 jam 08.34 WIB di dalam program tayang Miss Tahu Digejrot Rindu mengatakan bahwa di dalam iklan Citra mengklaim bahwa mengandung 100% natural essence dan 100% natural essence green tea yang dipercaya dengan 10x vitamin C. Iklan ini telah melanggar peraturan EPI Bab III.A No. 1 Pasal 1.2.3 yang mengatakan bahwa iklan tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti “paling”, “nomor satu”, “top”, atau kata-kata berawalan “ter”, dan atau bermakna sama.

Dari beberapa contoh iklan di atas menimbulkan sebuah polemik karena telah melanggar EPI. Konsumen adalah pihak yang berhak mengetahui kebenaran sebuah produk, iklan yang membuat pernyataan yang menyebabkan mereka yang salah menarik kesimpulan tentang produk itu tetap dianggap menipu dan dikutuk secara moral kendati tidak ada maksud memperdaya (Junaedi, 2019: 130). Beberapa iklan menjanjikan hal-hal yang tidak masuk akal. banyak masyarakat yang telah menjadi korban dari iklan-iklan itu sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline