Lihat ke Halaman Asli

Habibie, Lepasnya Timor Timur dan Leopard

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Dalam buku “Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando”, yang merupakan buku biografi Sintong Panjaitan di halaman 440 hingga 444 berkisah tentang lepasnya Timor Timur dari pangkuan Ibu Pertiwi dan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Ada hal yang menarik di halaman 444 yang berisi, “sebelumnya BJ Habibie pernah berkata kepada Sintong, “Kalau kita menang, akan lebih baik. Tetapi kalau kita kalah, tidak ada masalah.” Sesederhana itukah masalahnya? Sintong berpendapat, kalau Soeharto tidak jatuh, Timor Timur tidak akan lepas dari pangkuan Negara Republik Indonesia.”

Masih dalam buku “Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando” di halaman 443 terkait referendum Timor Timur, sumber Kompas, 28 Agustus 2009 dengan tegas menyebutkan, beberapa proses rekruitmen staf lokal UNAMET (yang merupakan pelaksana jajak pendapat) tidak netral. UNAMET melakukan banyak kecurangan di antara mereka, memengaruhi dan memaksa para pemilih agar memilih pro kemerdekaan. Selain itu UNAMET juga memajukan jadwal pemilihan suara secara diam-diam dari pukul 09.00 menjadi pukul 06.00. Akibatnya di sebagian TPS, para saksi, observer dan para wartawan tidak dapat menyaksikan jajak pendapat itu.

Inilah kurang perhitungan pada masa Presiden Habibie. Bagaimana tidak, pangkuan Ibu Pertiwi Timor Timur terpaksa lepas, dikarenakan kurang hitung-hitungan strategi dan politik luar negeri. Dan dengan entengnya Habibie mengucapkan kalau kalah, tidak ada masalah.

Tentu saja, lepasnya Timor Timur jadi pelajaran berharga bagi Indonesia. Karena itulah, jangan sampai ke depan Indonesia satu wilayah pun terlepas dari pangkuan Ibu Pertiwi. Jangan pernah kembali!

Kesalahan sejarah. Itulah yang dapat kita katakan dalam kebijakan luar negeri, dan berdampak pada lepasnya salah satu provinsi di Indonesia. Karena itulah perlu ketegasan sikap seorang negarawan dalam mengambil keputusan agar jangan ada sejengkal wilayah NKRI yang direbut atau memerdekakan diri. Itu wajib!

Pekan-pekan ini mantan Presiden Habibie membuat pernyataan yang kontroversional tentang Leopard. Pembelian Leopard dikatakan Habibie hanya otak dagang, dan tidak cocoknya Leopard untuk wilayah Indonesia, yang bukan merupakan wilayah padang pasir.

Tentu saja pernyataan Habibie itu ditepis oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang fokus dan berjuang dalam membeli Main Battle Tank (MBT) Leopard. Terdapat 120 unit Leopard yang akan dibeli Indonesia untuk melengkapi alutsista tempur di Indonesia.

Soal pesawat terbang Habibie memang profesornya. Namun soal Leopard, pandangan dan pendapat Habibie belum tentu benar. Bagaimana mungkin seorang Habibie tidak mengetahui bahwasanya Tank Leopard dapat melintas di danau dan lahan berlumpur. Dan tidakkah Habibie mengetahui, bahwasanya dengan Leopard, yang merupakan Tank tercanggih dan pertama di dunia itu dapat menguatkan alutsista tempur Indonesia.

Singapura saja mempunyai 39 Tank Leopard, dan sudah sepantasnyalah Indonesia dan TNI memiliki 120 Tank Leopard. Ini merupakan strategi dalam penggunaan dan perencaan alutsista dalam negeri. Tentu saja ini merupakan sesuatu yang penting.

Berkaca pada lepasnya Timor Timur. Kita ingin agar kekuatan alutsista tempur Indonesia menjadi terbaik di kawasan Asia, termasuk di dunia, sehingga tidak ada negara-negara yang berani dan mengancam kekuatannya kepada Indonesia. Apalagi ada negara yang mencoba merampas wilayah NKRI. Alutista tempur dan Leopard 1000 persen kita dukung.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline