Powerbank merupakan suatu barang yang sangat penting bagi setiap orang seiring dengan perkembangan teknologi terutama smartphone.
Mengingat smartphone adalah hal yang sulit untuk dipungkiri untuk dimiliki setiap orang saat ini, apalagi bagi yang sering bepergian atau berada di luar ruangan dalam waktu berjam-jam dan tidak dapat mengisi ulang baterai smartphone mereka. Beberapa bulan yang lalu, masyarakat Indonesia dikagetkan dengan dikeluarkannya larangan membawa power bank ke dalam pesawat. Isu ini muncul setelah keluarnya Surat Edaran (SE) dari Menteri Perhubungan No. 015 Tahun 2018 tertanggal 09 Maret 2018 yang mengatur ketentuan membawa baterai lithium portable (power bank) dan baterai lithium cadangan pada pesawat udara dan ditujukan kepada maskapai penerbangan dalam dan luar negeri yang terbang di atau dari wilayah Indonesia. Larangan ini sempat meresahkan masyarakat dan ramai diperbincangkan baik di media sosial maupun media lainnya.
SE tersebut dikeluarkan berkaitan dengan adanya potensi risiko bahaya meledak/kebakaran pada power bank atau baterai lithium cadangan yang membahayakan keselamatan selama penerbangan. Kebijakan ini dinilai sangat mendadak diketahui oleh publik mengingat peredaran produk power bank di Indonesia sudah ada sejak lama, tapi sejak dulu belum ada kebijakan pelarangan ini. Di berbagai negara di dunia, kebijakan ini sudah diterapkan dan disosialisasikan di setiap bandara contohnya di Bandara Suvarnabhumi Thailand yang telah memberlakukan kebijakan tersebut sejak tahun 2016. Lalu, bagaimana praktek larangan membawa powerbank ke dalam pesawat di Indonesia?
Perjalanan Kebijakan Larangan Power Bank di Indonesia
Dikeluarkannya SE larangan membawa PB ke dalam pesawat sebenarnya sudah ada dituangkan dalam Peraturan Menteri (PM) Perhubungan No. 80 Tahun 2017 tentang Program Keamanan Penerbangan Nasional bagian Lampiran II Bagian C yang menerangkan bahwa PB merupakan salat satu barang berbahaya yang diizinkan (Permittes Dangerous Goods) untuk dibawa ke dalam pesawat. Namun, dalam PM tersebut tidak melarang sepenuhnya untuk membawa PB ke dalam pesawat, hanya beberapa PB dengan kriteria yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan Instruksi Teknis Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) Doc 9284 yang diperbolehkan.
Sejak adanya PM tersebut, pemerintah belum secara luas mensosialisasikan sehingga masih banyak yang belum mengetahui aturan tersebut. Selain itu, di bandara juga masih belum terlalu dilakukan sweeping menyeluruh karena masih banyak sering powerbank yang lolos dapat dibawa ke dalam pesawat. Lalu, kenapa setelah 1 tahun berlalu Menteri Perhubungan baru mengeluarkan SE terkait hal ini? Seolah-olah ini menjadi hal yang darurat untuk dilaksanakan dan langsung menuai komentar masyarakat.
Kenyataannya, hal ini dipicu karena adanya insiden ledakan powerbank di Bandara Internasional Guangzhou Baiyun yang terjadi saat para penumpang baru akan naik ke pesawat dan kejadian tersebut menyebabkan penundaan terbang selama tiga jam pada penerbangan China Southern Airlines nomor CZ3539 pada tanggal 25 Februari yang lalu. Satu bulan sebelumnya, insiden serupa terjadi di pesawat Airbus A320 milik maskapai penerbangan Rusia Aeroflot. Saat itu, sebuah powerbank terbakar di dalam kabin pesawat yang terbang dari Moskow menuju Volgograd ketika pesawat sudah mendarat di bandara Volgograd dan para penumpang hendak meninggalkan pesawat. Sebelum insiden tersebut, seakan-akan pemerintah tidak terlalu menganggap penting adanya peraturan ini.
Apa yang harus dilakukan?
Kebijakan ini seharusnya diketahui dan dimengerti oleh masyarakat luas, karena powerbank merupakan salah satu alat berbahaya yang dapat mengancam keselamatan awak kabin pesawat. Lalu apakah powerbank sepenuhnya dilarang untuk dibawa ke dalam pesawat? Mengingat di era ini masyarakat diharuskan melek teknologi, sehingga setiap saat membutuhkan gadget seperti handphone, tablet, dll untuk kegiatan bisnis, sekolah, pekerjaan, dll tanpa mengenal waktu. Untuk itu, diperlukan kapasitas baterai tambahan apalagi dalam penerbangan yang membutuhkan waktu berjam-jam.
Dalam Permenhub No. 80 Tahun 2017, selain dicantumkan soal jumlah maksimal unit powerbank bawaan penumpang, dipaparkan pula mengenai kriteria powerbank yang diperkenankan dan tidak diperkenankan masuk ke dalam pesawat, yaitu baterai lithium portable yang diperbolehkan dibawa hanya dalam bagasi kabin dan berkapasitas <100 Wh (What-hour) dan 100 Wh -- 160 Wh (dengan persetujuan maskapai yang bersangkutan) serta penumpang perlu memperhatikan bahwa powerbank tersebut tidak dalam kondisi tersambung dengan gadget.
Lalu persoalannya adalah mayoritas powerbank yang dijual di Indonesia tidak memiliki keterangan kapasitas dalam satuan Wh melainkan dalan mAh (miliAmpere-hour). Bagaimana masyarakat mengetahui powerbank mereka termasuk yang diperbolehkan untuk dibawa atau tidak? Masyarakat perlu mengetahui terlebih dahulu bagaimana cara mengoversikan kapasitas powerbank yang dimiliki sedangkan belum ada petunjuk secara resmi bagaimana cara tersebut untuk dilakukan. Hal ini perlu disosialisasikan oleh pemerintah baik via institusi formal maupun swasta. Sudah banyak beredar berbagai informasi dari di Internet mengenai hal ini, namun seharusnya pemerintah yang terlebih dahulu memberikan informasi dan mensosialisasikan cara konversi kapasitas powerbank ini.