Bumdes merupakan lembaga atau institusi yang memiliki peran penting serta fundamental dalam upaya pembangunan pedesaan di Indonesia, Desa dapat berkembang tergantung bagaimana Bumdes di Desa tersebut di kelola, sebab Bumdes memiliki sumbangsih yang besar terhadap pendapatan asli Desa itu sendiri.
Menurut Ridlwan (2014), BUMDes adalah pilar ekonomi desa, yang memiliki fungsi sebagai lembaga sosial dan lembaga komersial (Ridlwan, 2014). Sebagai lembaga sosial, BUMDes berfungsi sebagai kontributor dalam penyediaan layanan sosial, sedangkan sebagai lembaga komersial, BUMDes berfungsi sebagai penyerap potensi atau sumber daya lokal desa yang kemudian dikembangkan untuk memperoleh keuntungan menjadi pendapatan asli desa.
Meskipun begitu, pemanfatan BUMDes secara maksimal di Indonesia masih tergolong minim. Salah satu daerah yang saat ini sedang dalam upaya berbenah dan pengembangan BUMDes yakni Kabupaten Sumenep, sebagai Kabupaten yang terletak diujung timur pulau Madura ini tentu menjadi tantangan dalam upaya pembangunan pedesaannya, yang memaksa Kabupaten Sumenep untuk mulai memperhatikan sektor BUMDes ini.
Salah satu BUMDes di Sumenep yang bisa dikatakan cukup aktif yakni BUMDes Kambingan Barat, salah satu desa yang terletak di Kecamatan Lenteng ini memiliki BUMDes yang di alokasikan menjadi beberapa badan usaha yaitu Minimart desa hingga penyaluran air bersih. Secara keseluruhan, aktivitas pemerintahan desa di desa ini terbilang cukup baik.
Namun, menurut saya ada satu kekurangan dalam aktivitas BUMDes di desa ini, yakni pada penyerapan potensi lokal, dimana BUMDes Kambingan Barat masih kurang dalam penyerapan potensi lokal, padahal masyarakat Kambingan Barat banyak yang memiliki usaha rumahan seperti kerupuk, air siwalan hingga putu. Beberapa usaha rumahan ini sulit berkembang karena tidak memiliki segmen pasar yang jelas, seharusnya BUMDes yang telah aktif ini khususnya minimart tadi dapat berfungsi untuk memasarkan produk-produk rumahan masyarakat.
Oleh karena itu, kehadiran KKN Unej khususnya kelompok 74 ini seyogyanya punya andil untuk mengintegrasikan BUMDes dengan usaha rumahan tadi agar BUMDes benar-benar berjalan sebagaimana mestinya, tidak hanya sebagai lembaga komersial namun juga lembaga sosial yang dapat menjadi ruang penampungan kebutuhan-kebutuhan masyarakat seperti pasar bagi produk masyarakat tadi.
Tidak hanya itu, potensi lokal tersebut dapat dikonversi menjadi branding desa jika produk-produk tadi diberikan identitas yang jelas, hal itu dapat dilakukan apabila produk-produk masyarakat di pasarkan lewat BUMDes. Program KKN Back To Village yang berjalan sejal 1 Juli dan berakhir pada 14 Agustus 2020 ini akan fokus pada permasalahan yang telah diuraikan diatas.
Olahan Lele dan Upaya Pembentukan Branding
Dalam upaya pembangunan daerah Pedesaan, pembentukan Branding Desa tentu memiliki urgensi yang cukup penting. Dimana Branding Desa ini merupakan pintu gerbang kemana desa ini akan diarahkan, disamping itu, Branding desa ini dapat dijadikan peluang besar untuk menyejahterakan masyarakatnya.
Branding Desa ini diambil dari sebuah konsep strategi pemasaran kota yakni City Branding, dimana menurut Zhou & Wang (2004), merupakan strategi pemasaran kota dengan tujuan untuk memperkuat hubungan dan membangun citra baik kota dengan pengunjung (Zhou & Wang, 2016). Kemudian, konsep ini di reduksi kedalam ruang lingkup yang lebih mikro yakni Pedesaan.
Biasanya, identitas ini dibentuk melalui potensi desa berupa potensi alam, budaya dan masih banyak lagi. Biasanya, banyak Desa yang membangun Branding Desa melaui metode Destination Branding khususnya bagi Desa yang memiliki potensi wisata atau budaya yang potensial untuk dikembangkan.