Lihat ke Halaman Asli

Ketika Para Tokoh Menggali Kuburnya Sendiri

Diperbarui: 18 Juni 2015   02:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa hari belakangan ini hiruk pikuk pemilu presiden mewarnai hampir seluruh media baik cetak maupun elektronik. Dengan ditolaknya Gugatan yang diajukan Pasangan Capres Nomor Urut 1, kami sebagai rakyat berharap hal ini menyelesaikan berbagai kemelut dan berbagai sengketa sehingga suasana kembali damai dan tentram.

Tapi rupanya hal ini tidak membuat kubu Capres No. 1 puas sehingga muncul pernyataan-pernyataan yang kembali membuat resah dan prihatin.

Kami sebagai rakyat bawah jadi bertanya-tanya sebenarnya apakah gerangan dibalik ngototnya kubu capres nomor urut 1. Kalau atas nama rakyat, kami bertanya RAKYAT YANG MANA? Rakyat sudah muak bahkan tidak perduli lagi dengan apa yang terjadi di atas sana. Rakyat hanya butuh ketengan, bahkan mungkin sebenarnya tidak begitu memperdulikan siapa yang akan menjadi Presidennya. Karena bagi mereka tugas dan hak mereka sudah selesai sejak tanggal 9 juli 2014, dan mereka tidak pernah mengharuskan bahwa si A atau B yang harus jadi presiden.

Muncul berbagai dugaan dan prasangka di rakyat bawah : “Rupanya hanya sampai di sini kulaitas kenegarawanan kubu Capres Nomor urut 1”. Ada juga yg berkomentar : “Maklum sudah terlalu banyak modal yang dikeluarkan tapi gagal”, ada juga “Kan mereka takut kalau Prabowo ga jadi presiden habislah mereka, kan pendukungnya orang yang punya kasus semua”

Dari beberapa pernyataan yang keluar dari rakyat bawah ini sesungguhnya telah timbul penilaian negatif dari masyarakat pada kubu capres nomor urut 1, apalagi ditambah pernyataan-pernyataan yang dilansir media-media elektronik yang masih saja bernada tidak bisa menerima kekalahan dalam prilpres 2014. Padahal rakyat menunggu pernyataan yang berjiwa besar sebagai elit yang dilihat masyarakat demi terciptanya kedamaian dan ketentraman rakyat Indonesia, terlepas dari tudingan adanya kecurangan yang bapak-bapak lontarkan.

Kami sebagai rakyat bisa menerima kenapa bapak-bapak tidak bisa, atau jangan-jangan komentar2 yang tertulis di atas benar adanya, sehingga ketakutan itu begitu amat dahsyat yang mebuat bapak2 mati-an memperjuangkannya? Atau kami yang terlalu bodoh? Karena apapun alasannya, sebenarnya Bapak-bapak sudah mendustai pernyataan yang bapak sudah buat sendiri. Ingat ketika hitung cepat menyatakan capres no urut 1 kalah bapak-bapak bilang tunggu hasil dari KPU, begitu hasil KPU keluar bapak-bapak menuduh KPU Curang, sekarang ujungnya lembaga yang menurut konstitusi punya kewenangan menentukan (Mahkamah Konstitusi) menolak gugatan bapak-bapak, masih juga anda katakana curang, dengan kata lain semua lembaga yang berada di Indonesia tercinta ini yang tidak berpihak kepada anda semuanya Curang. Begitukah? Jangan-jangan andaikata Tuhan yang berbicara langsung kepada bapak-bapak bahwa kubu Bapak-bapak memang kalah, akan kalian bilang Tuhan Curang? (seperti saat salah satu anggota team anda ingin mendesak Tuhan untuk berpihak kepada Capres anda)

Jika semua itu benar, sesungguhnya bapak2 telah menggali kuburan untuk Bapak2 sendiri, karena rakyat sekarang semakin cerdas bisa memilah mana sebenarnya yang hitam dan mana yang putih, mana yang jujur dan mana yang bohong, mana yang mementingkan rakyat dan mana yang mementingkanpribadi dan golongan.

Padahal menurut hemat kami, kalau saja bapak-bapak mau berbesar hati dan berlapang dada serta berjiwa besar dan menunjukkan sikap yang lebih legowo, mungkin masih ada kesempatan untuk memperbaiki diri demi memperoleh simpati masyarakat kembali.

Perlu diingat bahwa sebagian rakyat tidak mengerti apa yang bapak-bapak maksud dengan kecurangan dengan istilah terstruktur, sistematis dan massif, yang mereka tahu adalah kubu anda kalah dalam pilpres kali ini.

*Tulisan ini semata-mata pendapat pribadi yang muak dengan tingkah polah para elit yang tidak henti-hentinya menebar provokasi seolah-olah hanya merekalah yang mengerti tentang negeri ini.

Wassalam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline