Lihat ke Halaman Asli

Purwanto Hadi

Guru dan Penembang Jawa

Home Learning, Keren atau Momok?

Diperbarui: 10 April 2020   13:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Adanya wabah pandemik global Covid-19 ke hampir seluruh negara di dunia, menyebabkan perubahan gaya hidup, gaya bekerja, gaya belajar dan gaya-gaya lainnya. Indonesia sebagai salah satu komunitas di dunia pun tidak terkecuali, menjadi bagian negara yang terdampak adanya wabah tersebut.

Masyarakat Indonesia yang pluralis dengam berbagai latar belakang profesi, tingkat pendidikan, tingkat kesejahteraan dan adanya faktor geografis yang luas, nampaknya harus 'dipaksa' mengubah berbagai kebiasaan hidupnya. Semua aktivitas harus merujuk pada upaya-upaya untuk mencegah penularan Covid-19.

Proses pendidikan, yang merupakan bagian penting dari sebuah kehidupan berbangsa, termasuk yang harus menjadi korban dari pandemi tersebut. Tata kelola yang ada saat ini, tentu saja menjadi tidak relevan dan tidak memungkinkan untuk dipertahankan.

Protokol 'tidak tatap muka' dan 'tidak berkerumun' menjadi kata kunci yang harus dipatuhi, termasuk dalam bidang pendidikan, pengajaran dan pembelajaran.  Sebuah proses pembelajaran konvensional yang ditandai dengan adanya tatap muka dan berkumpul di sekolah, menjadi sulit bahkan tidak memungkinkan sama sekali. Tentu ini menyulitkan para pelaku pendidikan, utamanya guru dan peserta didik. Interaksi yang terjadi selama ini antara guru dan murid, sejatinya adalah roh pendidikan itu sendiri. Karena dalam interaksi yang bermakna itulah sejatinya telah terjadi proses pembentukan karakter, proses rasionalitas berpikir, dan proses kritis analitis.

Dalam kondisi seperti di atas, proses pembelajaran pada anak bangsa harus terus berlangsung, bagaimanapun caranya. Di sinilah para pelaku pendidikan, dituntut untuk memiliki kemampuan dan memiliki cukup ilmu untuk membelajarkan peserta didik walaupun tanpa interaksi dan tatap muka langsung.

Populernya istilah-istilah semacam distance learning, home learning, online learning dikalangan pelaku pendidikan akhir-akhir ini, belum menjamin itu adalah gambaran konkrit bagaimana penguasaan pelaku pendidikan khususnya guru dalam memahami dan menerapkannya dalam kelas-kelas yang diampu.

Banyak guru menerapkan distance learning, home learning, atau online learning tanpa didahului analisa yang cukup terhadap seluruh komponen yang akan terlibat dalam pembelajaran. Sekolah, guru, peserta didik, orang tua, ketersediaan fasilitas dan kecukupan koneksi seyogyanya menjadi komponen yang harus diketahui terlebih dahulu kondisinya, sebelum guru menerapkannya. Sehingga terkesan guru melaksanakan pembelajaran asal online, asal daring, asal tidak ada tatap muka, atau asal memasang aplikasi tertentu yang berbasis gawai seperti laptop, handphone dan sebagainya.

Apapun konsep dan modelnya, guru tidak boleh meninggalkan aspek-aspek pedagogis yang menjadi ciri khas dan roh sebuah proses pembelajaran. Pembelajaran yang hakiki tentu saja ditandai dengan adanya sapaan, kepedulian, pemahaman kondisi fisik dan psikis peserta didik serta latar belakang sosial, budaya dan ekonominya. Adanya beberapa protes dari peserta didik dan orang tua tentang berat dan sulitnya mengikuti pembelajaran daring ini, disinyalir karena guru kurang tepat dalam mengukur faktor-faktor di atas.

Terlebih datangnya musim pembelajaran daring dalam konteks wabah Covid-19 ini bukan sesuatu yang direncanakan dan dipersiapkan secara matang. Pemerintah, guru, peserta didik maupun orang tua, sama sekali tidak memprediksinya. Dengan asumsi bahwa baru 'sedikit' guru yang menguasai model-model pembelajaran daring, berarti masih 'banyak' guru yang berkebalikannya.

Nah bagian yang 'banyak' inilah yang perlu kita pikirkan, bagaimana dalam waktu yang bersamaan harus kita ajarkan, kita latihkan, sekaligus menerapkkannya dalam pembelajaran. Tidak mudah memang, tapi dengan prinsip learning by doing, masih ada waktu untuk berbenah. Karena jika tidak, maka pembelajaran daring hanya keren menjadi status di wall sosmed, tapi menjadi momok bagi peserta didik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline