Lihat ke Halaman Asli

Purwanto Hadi

Guru dan Penembang Jawa

Guru TIK, Waspadalah Kicauan Pak Menteri!

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1389241323245826475

[caption id="attachment_289190" align="aligncenter" width="565" caption="Kicauan M Nuh di Twitter (sumber: Twitter)"][/caption] Kegundahan hati para guru TIK semakin menjadi-jadi. Sebagaimana kita ketahui dengan diterapkannya Kurikulum 2013 yang menghapus mata pelajaran TIK, otomatis mengancam karier guru TIK (baca : http://edukasi.kompasiana.com/2013/12/12/guru-tik-air-susu-dibalas-air-tuba-617862.html). Dalam jangka dekat, terancam tidak menerima tunjangan profesi pendidik (TPP) sebagaimana yang mereka terima selama ini. Janji Mendikbud yang mengatakan bahwa kurikulum 2013 tidak akan merugikan guru, termasuk guru TIK, tidak kunjung direalisasikan dalam sebuah regulasi. Nah inilah yang memacu kebimbangan guru-guru TIK semakin membubung.

Kebijakan daerah yang beragam dalam menyikapi permasalahan ini juga semakin menenggelamkan harapan guru TIK untuk kembali menunjukkan jati dirinya. Di beberapa daerah ada guru TIK di pindahkan ke jenjang SMK yang memang masih memungkinkan. Ini masih bisa diterima. Namun ada beberapa daerah lain yang memindahkan guru TIK menjadi guru SD. Sebuah kebijakan yang sangat-sangat tidak bisa diterima akal sehat. Ada lagi yang menjadikan guru TIK menjadi guru mata pelajaran lain, kebanyakan Prakarya, yang menurut saya juga sebuah kebijakan yang tidak mendasar.

Nah, di saat kegalauan melanda guru-guru TIK, kita dikejutkan dengan beredarnya ocehan Pak Nuh di Twitter. Di situ Pak Nuh berkicau: “Guru TIK yg sblm penerapan kurikulum 2013 diterapkan menerima tunjangan sertifikasi, setelah kurikulum baru (2013) tetap akan mendapatkannya”. Tentu saja itu sebuah pernyataan yang melegakan. Namun menurut hemat saya, itu adalah pernyataan normatif yang sudah pernah di ucapkannya. Itu semakna dengan ucapan beliau bahwa kurikulum 2013 tidak akan merugikan guru, termasuk guru TIK.

Kicauan itu kemudian di balas oleh @adamrp82: “lantas bagaimana caranya pa menteri mengenai pemenuhan 24 jam tatap muka bagi guru TIK????” Dan jawaban Pak Nuh adalah: “guru TIK akan mendapatkan pelatihan lagi utk mengajar mata pelajaran baru non-TIK tetapi tidak harus ikut uji kompetensi ulang. Tks”. Nah, jawaban itulah yang melegakan namun tetap wajib diwaspadai, kok bisa?

Sebelumnya, sekitar bulan Maret 2013 kemarin sudah keluar Permendikbud 62 Tahun 2013 tentang Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Dalam rangka Penataan dan Pemerataan Guru. Nah dalam ketentuannya apabila guru bersertifikat tetapi mengampu tidak sesuai dengan sertifikatnya masih berhak menerima TPP dalam jangka waktu selama-lamanya 2 tahun, dengan mengampu mapel apapun 24 jam.  Dan guru bersangkutan harus menempuh sertifikasi kedua yang linear dengan latar belakang pendidikannya. Nah, frasa ‘sertifikasi kedua’ inilah yang selama ini ‘diyakini’ oleh sebagian besar guru TIK di Indonesia (termasuk saya) sebagai jalan yang harus di tempuh. Sempat muncul kegalauan memang, jika harus menempuh sertifikasi kedua dengan mata pelajaran baru. Dua hal menjadi penyebab kegalauan guru TIK. Pertama, masalah substansi mapel baru yang tentu saja sudah lama tidak dipegangnya. Walaupun pernah didapatkannya ketika kuliah, mau tidak mau guru yang bersangkutan harus kembali ‘memanasi’ ilmu lamanya. Kedua, setelah sertifikat kedua dipegang bagaimana pemenuhan 24 jamnya? Bukankah itu artinya mereka harus ‘bersaing’ head to head dengan guru bersertifikat sejenis yang sudah lebih dulu eksis?

Nah, kegalauan itu mungkin sedikit mengendor dengan adanya kicauan Pak Menteri itu. Merujuk pada pernyataan di Twitter itu dapat disimpulkan bahwa guru TIK akan dialihkan mengampu mata pelajaran lain (menurut saya yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya), namun tidak perlu menempuh uji kompetensi ulang alias sertifikasi kedua.

Nah, yang kini patut kita tunggu adalah bagaimana bunyi resmi aturan tersebut dalam sebuah regulasi. Boleh sedikit bernafas lega, namun kita sebagai korban harus tetap WASPADA. Tanpa berburuk sangka sedikitpun, setidaknya dua hal yang patut kita waspadai. Pertama, kita belum tahu bunyi kongkret regulasinya, mungkin saja titah Pak Nuh ini diterjemahkan lain oleh bawahannya. Kedua, bukankah pejabat kita sering mencla-mencle? Apalagi ini hanya sebuah kicauan di twitter yang tidak berimplikasi apapun andai pernyataan itu dimentahkan sendiri. Meminjam istilah sebuah acara di TV, WASPADALAH!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline