Lihat ke Halaman Asli

Merelakan Semua demi Orangtua

Diperbarui: 15 Juli 2020   22:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kios pangkas rambut ku/dokpri

Terinspirasi dari kisah hidupku sendiri setelah tamat SMA  2009 langsung merantau untuk mencari kerja dan jati diri. Sempat merasakan bangku kuliyah hanya dua semester saja. Setelah berhenti kuliyah di tahun 2015 pulang ke kampung halaman, tidak bertahan lama di kampung akhirnya di bulan juli 2015 memutuskan untuk merantau dan mencari kerja lagi.
September 2015 akhirnya di terima di perusahaan besar dengan status kryawan dan penempatan yang paling gengsi di perusahaan tersebut. Berjalanya waktu ternyata sudah dua tahun di tempat ini.


Di akhir 2017 ibuku di timpa musibah penyakit HERPES ( cacar api), selama perawatan ibuku sakit, bapaklah yang selalu menemankan dirumah. Jika ada keperluan berobat diluar hanya mengandalkan tetangga untuk mengantarkan dikarenakan sanak saudara berada di pulau jauh, sementara saya masih terikat dengan perusahaan dan hanya waktu tertentu bisa cuti hingga menemankan ibu ke pengobatan.

Lebih parahnya lagi ibu juga terkena DIABETES yang membuat daya tahan tubuhnya melemah, keadaan inilah membuat kehidupan saya diuji oleh ALLAH S.W.T.

Pada saat kondisi garafik kehidupan sedang meningkat, dari segi karir dan penghasilan mendapatkan hasil yang lebih dari cukup adalah sebuah impian. Sebagai orang tua terhadap anaknya pastinya mereka juga bangga.

Namun apalah arti itu semua jika seorang tidak memperhatikan orang tua karena tinggal berdua ketika anaknya telah sukses, terlebih meninggalkan orang tua saat merantau jauh. Sungguh bagi anak yang mempunyai perhatian lebih tentuanya ia bertindak untuk berbakti terhadapnya.

Pada akhirnya di pertengahan 2018 saya memutuskan untuk berada didekat kedua orang tua saya dengan niat ingin berbakti dan memutuskan untuk berhenti dari perusahaan. Merelakan karir yang selama ini saya impikan itu tidak mudah, karena kesempatan itu memang hanya sekali sayang kalo harus berhenti ucap kepala bagian divisi perusaan saya. Upaya untuk mempertahankan pun tidak berhasil karena satu alasan harus menjaga orang tua.

Menjalani duniaku di kampung halaman memang susah dengn basic ku sebagai karyawan perusahaan, meskipun ada beberapa sertifikat sebagai bekal tak cukup untuk meloloskan saya dalam mencari kerja di  kampung. Hasilnya pun aku pernah di tolak oleh perusahaan pembangkit listrik di tempat tinggalku. Sempat berputus asa aku nekat untuk join usaha pangkas rambut dengan sedikit bekal mencukur rambut bermodalkan otodidak, dengan bekal mesin cukur yang pernah aku beli sewaktu masih di perusahaan akupun mulai bekerja sebagai tukang cukur sampai saat ini.

Alahamdulillah bisa sedikit- demisedikit cukup untuk menambah modal untuk nikah yang nota bene kisahnya aku sematkan di siniloh tentang COMBLANGKU ITU JODOHKU, sekarang sudah tidak khawatir lagi bisa bekerja dengan tenang dan bisa sambil jaga orang tua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline