Lihat ke Halaman Asli

Kelas Menjahit Bagian 2: Ceritain Bali

Diperbarui: 27 Juli 2015   18:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KENALIN ibu instrukturku, Ibu Loisa. Asli Papua yang mendapat kesempatan belajar ke luar kota; Solo, Sukoharjo, Teminabuan, Fak-fak, Manokwari. Dengan pengalaman demikian, yang aku sayangkan hingga sekarang kenapa ia belum berpikir untuk menikah. (lama kelamaan aku menganggap kalau pertanyaan nikah kapan itu adalah pertanyaan horor, satu tips kalau ada yang nanya begitu, berikanlah saja senyum termanis hehehe)

Ngomong-ngomong, usai acara penutupan kami nanti, ia akan melancong lagi. gak tanggung-tanggung, dengan nada riang ia berkata “Baliii”

Rencananya ia pergi seorang diri. pengalaman pertama-kedua sedikit banyak membuatnya percaya diri.

Jadi -sebenarnya nih- aku pengin share aja pengalaman terakhirku di Bali. ^^

Aku pulang dari liburan selama 3 hari 2 malam di Bali. Ternyata liburan itu penting, pas balik ke Sorong jadi merasa lebih fresh, lebih siap untuk produktif melakukan kegiatan-kegiatan lain. Sekarang malah sudah kangen sama Bali. Dan liburan di Bali mempunyai efek samping: aku putihan sedikit :D.

Siapapun yang menginjakkan kakinya di Bali, selalu punya ceritanya sendiri. Punya hal-hal menarik. Kesan yang tidak mungkin di lupa. Aku mencatat semua moment dimana itulah saat aku keluar kota, jauuuh.

Aku benar-benar tidak pernah membayangkan atau memimpikan akan kota dewata itu. Atau bahkan bilang “ya Allah, pengen kesana”. Tidak sama sekali. Tapi bagiku itu hadiah yang Allah berikan. Hadiah karena telah mau menjadi anak rumahan. :D

Nah, begini. Semenjak kabar keberangkatan bukan sekedar gossip belaka, seminggu sebelumnya aku sudah prepare banyak hal; baju, sepatu, buku, obat, peralatan make-up. Dan cemilan yang kalau dikumpulkan jadi satu tas, Lumayan. Setelah merasa cukup dengan bawaan satu koper, aku pamit ke Mama yang –emang paling sensitive- melepas kepergian beserta doa agar anak perempuannya tidak tenggelam di lautan.

Aku berangkat bersama rombongan guru bergegas menuju pelabuhan jam dua siang. Panas. Berdesakan. Aku hampir kehabisan nafas. Benar-benar menyiksa.

Sesampainya ke atas kapal, ya, aku lebih sering naik ke atas kapal. Setiap usai shalat, menyempatkan diri melihat ombak baku hantam. Luarbiasa. Bertemu banyak orang sekedar bertegur sapa, sok kenal bertanya asal daerah, hendak kemana, ah.. kapan lagi. Lima hari terapung-apung, yang aku rasa mungkin sama dengan yang lain; mual dan borring. Aku jadi berpikir untuk menguras tabungan supaya bisa pulang pakai pesawat nantinya. dan.. emang deh kalau mau melihat yang indah-indah itu butuh perjuangan banget :(

Puncaknya adalah ketika sesampainya di hotel. Masuk kamar, mandi dan tidur. aku merasakan pusing yang tak tertahan.  Kasur empuk tidak banyak membantu sakit kepalaku. Pun lupa waktu shalat kecuali teman yang  mengingatkan. Selama tiga hari, aku benar-benar tidak mendengar adzan. Maklum aja.. mayoritas bukan muslim. (satu waktu aku shalat dan mesti membayar tempatnya. Bahkan pernah menemukan babi segede sapi. Swear! Itu gede banget! lalu ketika melintasi pemukiman masyarakat muslim, dan mendengar suara adzan, aku membatin pengin cepat pulang :D)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline