[caption id="attachment_353636" align="aligncenter" width="300" caption="dok.en.wikipedia.org"][/caption]
Nama Pangeran Diponegoro terkenal di seluruh Indonesia raya sebagai seorang pahlawan nasional. Namun di Semarang, Pangeran Diponegoro ternyata malah kalah tenar dibanding kuda tunggangannya yang bernama Turangga Seta. Lho kok bisa begitu to? Kan yang jadi pahlawan nasional Pangeran Diponegoronya, bukan kuda yang ditungganginya?
Di pertigaan Jalan Setiabudi dan Ngesrep di depan gerbang kampus Universitas Diponegoro (UNDIP) Tembalang Semarang, terdapat sebuah patung besar sebagai penanda arah masuk kampus. Mahasiswa UNDIP, masyarakat Semarang, tukang ojek, sopir dan kernet angkutan umum semua mengenal patung tersebut sebagai Patung Kuda. Padahal sebenarnya itu patung Pangeran Diponegoro yang sedang menunggang kuda Turangga Seta.
[caption id="attachment_353622" align="aligncenter" width="300" caption="dok.panoramio.com"]
[/caption]
Menanggapi ketidaktepatan sebutan patung di depan gerbang kampusnya, Rektor Universitas Diponegoro, Prof Sudharto P Hadi menegaskan melalui sambutannya dalam acara wisuda ke-131 Universitas Diponegoro, Semarang, "Ingat bahwa di pertigaan Ngesrep ada Patung Pangeran Diponegoro naik kuda. Jangan sampai salah sebut, bahwa itu Patung Kuda. Itu adalah Patung Pangeran Diponegoro. Sebab, patung itu menunjukkan pintu masuk utama menuju kampus Diponegoro tercinta, bukan pintu masuk menuju kampus kuda," ujarnya lantang (sumber: liputan6.com).
[caption id="attachment_353631" align="aligncenter" width="300" caption="dok.sekitarunnes.com"]
[/caption]
Sebagai bagian dari masyarakat Semarang saya juga risih melihat hal itu. Apa susahnya sih menyebut Patung Diponegoro daripada Patung Kuda? Ok, kita tentu tidak boleh menampik kenyataan bahwa kuda Turangga Seta itu pasti berperan penting dalam perjuangan Pangeran Diponegoro di masa penjajahan Belanda. Namun yang menjadi aktor utamanya kan Pangeran Diponegoronya, bukan kudanya. Jika patung beliau kita sebut patung kuda, kok kesannya kita tidak menghargai dan menghormati beliau.
Kita jangan pernah melupakan ungkapan bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya. Sebagai generasi sekarang mbok yao kita belajar menghormati dan menghargai nilai-nilai perjuangan Pangeran Diponegoro, salah satunya dengan memberi sebutan yang benar pada patungnya. Tolong juga hargai pematungnya yang sudah susah-susah membuatnya. Tentu beliau tidak pernah membayangkan patung hasil karyanya dijuluki tidak sebagaimana yang dimaksudkan. Belum terlambat untuk memulai. Bagaimana masyarakat Semarang? Sepakat?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H