Lihat ke Halaman Asli

Purwanti Asih Anna Levi

Seorang perempuan yang suka menulis :)

Dulu Angker, Kini Dikunjungi untuk Cari Keberuntungan

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14227633582042329763

Pada bulan Pebruari 2014 kami mendapat tugas kuliah untuk membuat analisis tentang konsep-konsep social geography yang baru kami pelajari. Kelompok kami kebagian tugas membuat analisis makna ruang pada makam Belanda. Tapi ternyata ada kendala teknis untuk masuk ke sana sehingga setelah berkonsultasi dengan dosen kami memutuskan untuk beralih ke makam massal tragedi 1965 di Mangkang.

Berdelapan orang kami berangkat dari kampus menuju ke arah Mangkang. Minimnya bekal informasi tentang keberadaan makam tersebut menyebabkan kami harus berputar-putar dan bertanya-tanya pada beberapa orang di sekitar pasar Mangkang. Dari hasil bertanya ke sana sini kami memperoleh informasi bahwa makam tersebut terletak di kawasan hutan lindung Perhutani di Dusun Plumbon Kelurahan Wonosari Kecamatan Mangkang Kota Semarang.

Sampai di Kelurahan Wonosari kami bertanya ke penduduk setempat tentang sejarah keberadaan makam massal tersebut. Penduduk setempat yang rata-rata pendatang tidak terlalu paham tentang sejarah makam tersebut. Akhirnya kami diperkenalkan pada seorang penduduk yang dianggap sebagai juru kunci makam.

Juru kunci makam itu mengantar kami ke makam massal tersebut yang jaraknya sekitar 1 km dari pemukiman penduduk. Juru kunci menceritakan bahwa pada saat terjadi tragedi 1965 dia baru berusia 10 tahun tetapi dia mendapat cerita dari kakaknya yang pada waktu itu sudah berusia 20 tahun. Kami melewati jalan setapak yang becek menuju ke tengah hutan lindung milik Perhutani.

[caption id="attachment_348966" align="aligncenter" width="300" caption="jalan menuju makam massal (dok.pri)"][/caption]

Sesampainya di tengah hutan kami mendapati dua buah makam yang ditandai dengan pohon dan batu. Jarak antara makam pertama dan kedua kira-kira 3 meteran. Diduga di dua makam itu bersemayam 24 korban tragedi 1965 yang dieksekusi dan langsung dikuburkan secara massal di situ di mana pada masing-masing makam dikuburkan 12 orang. Dikatakan makam massal itu awalnya disiapkan tiga buah lubang sumur dengan diameter 2 meter dan kedalaman 1,5 meter. Namun oleh aparat saat itu yang digunakan untuk kuburan hanyalah dua lubang.

[caption id="attachment_348972" align="aligncenter" width="300" caption="makam pertama (dok.pri)"]

14227646771889037767

[/caption]

Pada awal keberadaan makam massal tersebut hingga akhir tahun 1980-an penduduk setempat tidak ada satupun yang berani mendekati makam karena takut. Pada masa itu hutan tempat makam berada terkesan wingit dan angker. Cerita mistis juga banyak muncul dari lokasi tersebut, seperti terdengar tangisan dan jeritan setiap malam.

Namun sejak tahun 1990-an keangkerannya makam tersebut justru malah disakralkan dan dijadikan tempat mencari keberuntungan nomor togel. Anehnya para pencari keberuntungan itu sebagian besar berasal dari luar daerah. Penduduk setempat umumnya masih merasa takut mendekati makam massal tersebut.

Diceritakan bahwa pada salah satu makam dikuburkan seorang dalang sakti perempuan yang kesaktiannya dianggap tak lekang oleh waktu meskipun dia sudah meninggal dunia. Makam dalang sakti perempuan inilah yang diberi sesajen dalam ritual mencari nomor togel. Pengunjung yang merasa beruntung nomor togelnya tembus biasanya akan berkunjung kembali ke makam itu dengan membawa sesaji berupa alat kosmetik seperti bedak, lipstik dan parfum. Saat kami datang memang terlihat ada taburan bunga, dupa dan lipstik seperti bekas-bekas orang melakukan ritual.

[caption id="attachment_348971" align="aligncenter" width="300" caption="makam kedua yang dianggap sakti dan menjadi tempat mencari nomor togel (dok.pri)"]

14227645401389240195

[/caption]

Adanya perubahan dalam memaknai makam yang dulunya dianggap angker menjadi tempat mencari keberuntungan diterima oleh penduduk setempat tanpa merasa keberatan. Mereka justru merasa senang karena desanya menjadi ramai karena banyak dikunjungi orang.

Pada bulan Juli 2014 dalam suatu acara pelatihan di kampus Unika Soegijapranata temuan makam massal Mangkang ini kami ceritakan kepada Yunantyo Adi, seorang jurnalis di suratkabar Suara Merdeka dan anggota Perkumpulan Masyarakat Semarang untuk Hak Asasi Manusia (PMS-HAM). Pada November 2014 PMS-HAM menindaklanjuti melaporkan temuan makam tersebut ke Komnas HAM, untuk meminta pemerintah melalui Komnas HAM melakukan pembongkaran makam dan pemakaman kembali secara layak, dalam rangka kemanusiaan dan merupakan simbol saling memaafkan terhadap luka-luka bangsa di masa lalu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline