Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Eko Purwanto

ALUMNI S3 UNINUS Bandung

Mengungkap 'Revolusi Santri' Sebagai Potensi Generasi Visioner dalam Menjaga NKRI!?

Diperbarui: 23 Oktober 2024   00:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: Dok. Dr. Fauzi Al Muhtad (Upacara HSN PCNU, di SMK Ma'arif I Kebumen) 

Oleh. Muhammad Eko Purwanto

Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan keberagaman budaya, salah satunya adalah tradisi pesantren. Pesantren menjadi salah satu lembaga pendidikan Islam tertua yang memiliki peran penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Setiap tahunnya, tanggal 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri Nasional, sebuah momen refleksi untuk mengingatkan kita akan peran strategis para santri dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa. Peringatan ini mengacu pada Resolusi Jihad 1945 yang dikeluarkan oleh para ulama, di antaranya KH. Hasyim Asy'ari, sebagai respon terhadap ancaman kolonialisme Belanda.

Dalam peringatan Hari Santri Nasional 2024, K.H. Afifudin Al-Hasani, Rais Syuriyah PCNU Kebumen, menekankan bahwa peran santri harus terus berkembang sejalan dengan perubahan zaman. Beliau menyampaikan amanat bahwa santri adalah penjaga terdepan dalam pertempuran melawan ketidakpahaman, kebodohan, dan ketertinggalan. Melalui jihad intelektual, para santri dituntut untuk terus mengejar pengetahuan dan kebijaksanaan, mempersiapkan diri menjadi generasi visioner yang mampu menjaga kedaulatan NKRI.

Sejak zaman perjuangan fisik melawan penjajah, tradisi intelektual di pesantren telah memainkan peran krusial dalam membangun semangat nasionalisme. Para santri memegang peranan penting dalam menyebarluaskan semangat perjuangan melalui pendidikan dan dakwah. Kehadiran pesantren sebagai pusat pembelajaran Islam memperlihatkan bahwa jihad bukan hanya soal peperangan fisik, tetapi juga bagaimana mengupayakan perdamaian dan keadilan melalui ilmu pengetahuan.

Pesantren terus mengembangkan paradigma pendidikan yang berbasis pada ajaran Islam, menggabungkan antara ilmu agama dan pengetahuan umum. Dalam tradisi pesantren, kitab dan buku menjadi alat penting bagi transformasi pengetahuan, sementara pena menjadi simbol kebijaksanaan. Santri diajarkan untuk meningkatkan daya kritis dan analisis agar mampu memberikan sumbangsih nyata bagi masyarakat.

Di tengah globalisasi dan tantangan modernisasi, santri dihadapkan pada berbagai tantangan baru. Ketidaksetaraan sosial, kemiskinan, dan radikalisme adalah sebagian dari isu yang harus diatasi dengan pendekatan ilmu yang bijaksana. Jihad di era sekarang menuntut kemampuan santri untuk menggunakan ilmu pengetahuan sebagai sarana membangun kesejahteraan dan kedamaian di masyarakat.

Sumber Gambar: Dok. Dr. Fauzi Al Muhtad (Amanat dari K.H. Afifudin Al-Hasani, Rais Syuriyah PCNU Kebumen)

Konteks historis Resolusi Jihad yang dikobarkan oleh Kiai Hasyim Asy'ari menunjukkan bahwa santri senantiasa memiliki peran strategis dalam memimpin perubahan. Seruan jihad adalah simbol perjuangan untuk mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia. Semangat ini berhasil membangkitkan semangat nasionalisme di kalangan rakyat Indonesia, mengajak mereka bersatu melawan agresi militer Belanda di berbagai daerah.

Pesantren di berbagai daerah, seperti Pondok Pesantren Al Kahfi Somalangu di Kabupaten Kebumen, turut mencatat sejarah penting dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Banyak santri yang ikut terjun langsung ke medan pertempuran, bahkan tak sedikit dari mereka yang gugur menjadi syuhada. Keberanian mereka menggambarkan betapa kuatnya integritas moral dan spiritual yang terbentuk dari pendidikan pesantren.

Rais Syuriah PCNU Kabupaten Kebumen, yang sekaligus sebagai pimpinan Pondok Pesantren Al Kahfi Somalangu Kebumen, mengungkapkan bahwa ratusan santri dan laskar Somalangu yang dipimpin langsung oleh salah satu pengasuhnya yakni: Sayid Qushoshi, berangkat berjihad mepertahankan kemerdekaan Indonesia dari ancaman Agresi Militer Belanda dan sekutunya. Tak sedikit dari para pejuang Somalangu yang gugur menjadi Syuhada'. Bahkan sang pemimpin Laskar, Sayid Qushoshi, termasuk yang syahid di medan pertempuran itu selepas beliau menurunkan dan merobek bendera Belanda, merah-putih-biru, menjadi Merah-Putih dan menaikannya di tiang pancang. Beliau sendiri wafat karena terkena tembakan Basoka sesaat setelah turun dari tiang pancang bendera. Peristiwa Ini menjadi bukti darma bakti dan khidmat santri untuk perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline