Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Eko Purwanto

ALUMNI S3 UNINUS Bandung

Menemukan Jalan di Tengah Paradoks?!

Diperbarui: 10 Oktober 2024   15:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: Dok. Pribadi.

Oleh. Muhammad Eko Purwanto

Kehidupan ini, pada kenyataannya, penuh dengan paradoks. Salah satu paradoks terbesar yang kita temui adalah hubungan antara pendidikan formal dan kesuksesan finansial. Di satu sisi, ada cerita tentang individu-individu yang meninggalkan pendidikan formal mereka di usia muda, namun berhasil mengumpulkan kekayaan yang luar biasa. Di sisi lain, kita melihat banyak orang dengan gelar akademik yang tinggi tetapi kesulitan dalam mencapai stabilitas ekonomi. Fenomena ini mengundang pertanyaan mendalam tentang esensi dari pendidikan dan kekayaan itu sendiri ?!

Imam Ghazali, seorang filosof Muslim yang terkenal, pernah berkata, "Tujuan pendidikan adalah membuat seseorang menjadi pencari dalam hidup." Ini berarti bahwa esensi pendidikan sebenarnya bukanlah sekadar akumulasi pengetahuan atau pencapaian gelar tertentu, tetapi bagaimana kita bisa menggunakan pengetahuan itu untuk mencari nilai-nilai dan tujuan dalam hidup.

Namun, di era modern ini, nilai pendidikan sering kali diukur berdasarkan seberapa cepat dan seberapa banyak ia bisa menghasilkan keuntungan material. Hal ini dapat membuat kita keluar dari jalur pencarian nilai sejati dari pengetahuan tersebut. Paradoks muncul ketika kita mulai bertanya-tanya, apakah pendidikan hanya alat untuk mencapai kekayaan, atau ada sesuatu yang lebih dalam dan signifikan yang bisa kita peroleh ?!

Kita sering mendengar argumen, bahwa membangun usaha dan jaringan jauh lebih berharga daripada pendidikan formal. Memang, keterampilan praktis dan jaringan yang kuat bisa menjadi pendorong utama kesuksesan di dunia bisnis. Tetapi, kita harus mengingat, bahwa pendidikan formal bukan hanya tentang akademik, tetapi juga tentang pembentukan karakter dan moral.

Filosof Muslim lainnya, Al-Farabi, berbicara tentang pentingnya kebajikan dalam kehidupan. Dia meyakini bahwa kebahagiaan sejati dicapai melalui kehidupan yang berbudi luhur. Dalam konteks ini, pendidikan tidak bisa diartikan secara sempit sebagai sekadar alat untuk mendapatkan pekerjaan atau kekayaan, tetapi sebagai pelatihan menuju kehidupan yang lebih bermakna.

Bila kita mengekstrapolasi pandangan ini ke paradigma modern, banyak dari kita yang terjebak dalam standar materialistik tentang kesuksesan, yang sering kali mengabaikan aspek-aspek esensial dari pendidikan. Dalam banyak kasus, kita lebih khawatir tentang angka-angka keuntungan daripada dampak positif yang bisa kita berikan kepada orang lain.

Menghadapi paradoks ini, kita perlu merenung dan menemukan keseimbangan. Kita tidak bisa serta merta menolak manfaat dari memiliki pengetahuan praktis serta jaringan yang kuat dalam kehidupan berwirausaha. Namun, kita juga tidak bisa mengabaikan nilai-nilai yang dibawa oleh pendidikan formal dan pengalaman akademik.

Ibn Khaldun mengajarkan kita tentang signifikanitas konteks sosial dalam membentuk kehidupan individu. Dia menyebutkan, bahwa baik pendidikan maupun kekayaan memiliki tempatnya masing-masing dalam struktur sosial. Pendidikan berfungsi sebagai fondasi yang memperkuat struktur budaya dan intelektual, sementara kekayaan dapat mendorong pembangunan dan inovasi.

Dengan demikian, ketika kita memilih jalur hidup, penting bagi kita untuk menimbang kualitas dan tujuan yang ingin dicapai. Kekayaan dapat memberikan kenyamanan dan kesempatan, tetapi pengetahuan dan kebijakan dari pendidikan memberikan panduan untuk menggunakannya secara tepat dan bertanggung jawab.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline