Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Eko Purwanto

ALUMNI S3 UNINUS Bandung

Mendobrak Tradisi, Bagaimana Filsafat Pendidikan Melawan Konservatisme Ilmu di Abad-21?!

Diperbarui: 27 Agustus 2024   12:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar: Dok. Pribadi.

Oleh. Muhammad Eko Purwanto

Di tengah arus perubahan yang begitu cepat dan tak terduga, dunia keilmuan dihadapkan pada sebuah tantangan besar. Konservatisme ilmu, yang seringkali terjebak dalam tradisi dan dogma, harus berhadapan dengan kebutuhan akan inovasi, kreativitas, dan adaptasi yang mendesak. 

Dalam konteks ini, filsafat pendidikan memegang peran penting sebagai katalisator perubahan, mendorong masyarakat ilmiah untuk menjawab panggilan zaman. Sebagaimana Albert Einstein pernah berkata, "Tidak mungkin kita memecahkan masalah dengan cara berpikir yang sama ketika kita menciptakannya."

Salah satu isu mendasar yang dihadapi dalam dunia keilmuan adalah dikotomi antara pemikiran konservatif dan progresif. Kaum konservatif cenderung mempertahankan status quo, memegang teguh tradisi dan doktrin yang sudah mapan. 

Sementara itu, pemikir progresif mendorong perubahan, menekankan pentingnya inovasi dan adaptasi terhadap realitas yang terus berubah. Bagi Plato, pengetahuan sejati bukanlah sekadar akumulasi informasi, melainkan kemampuan untuk "melihat" kebenaran di balik realitas yang tampak. 

Dengan demikian, filsafat pendidikan bertugas untuk membebaskan pikiran manusia dari belenggu dogmatisme, mendorong mereka untuk berpikir kritis dan kreatif.

Dalam konteks pendidikan di Indonesia, fenomena konservatisme ilmu terlihat jelas dalam berbagai aspek. Kurikulum yang kaku, metode pengajaran yang berpusat pada guru, serta minimnya ruang bagi siswa untuk bereksplorasi dan berinovasi, menjadi cermin dari ketidaksiapan sistem pendidikan dalam menghadapi tuntutan zaman. 

Sebagaimana diungkapkan oleh Paulo Freire, "Pendidikan yang sejati adalah proses pembebasan, bukan indoktrinasi." Oleh karena itu, filsafat pendidikan harus mampu menggugat dan mempertanyakan praktik-praktik konservatif yang menghambat kemajuan.

Salah satu isu krusial yang menjadi sorotan adalah pembiayaan pendidikan. Di Indonesia, alokasi anggaran pendidikan melalui APBN dan APBD masih belum memadai, berkisar hanya 20% dari total anggaran. Akibatnya, kualitas pendidikan dan kesejahteraan guru menjadi rendah, sehingga sulit untuk mengharapkan perubahan yang signifikan. Sebagaimana dikatakan oleh Confucius, "Apabila engkau berencana untuk satu tahun, tanamlah padi. Jika engkau berencana untuk sepuluh tahun, tanamlah pohon. Namun, jika engkau berencana untuk seumur hidup, didiklah manusia." Oleh karena itu, filsafat pendidikan harus mampu meyakinkan pemerintah dan masyarakat akan pentingnya investasi jangka panjang dalam bidang pendidikan !?

Gambar: Dok. Pribadi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline