Lihat ke Halaman Asli

PURNOMO

Alumni Pascasarjana Universitas Brawijaya

Catatan Terakhir Perjalanan ke Asmat

Diperbarui: 12 Maret 2018   10:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KabarPapua.co

Bagian 4/4

Kami harus mengakhiri pendataan pada hari ini. Kami akan segera meneruskan perjalanan ke Distrik Atsj.

"Ke kanan sedikit," suara anak buah motoris speedboat memberikan aba-aba ke motoris untuk membelokkannya agar terhindar dari batang kayu yang hanyut terbawa arus Sungai Sagare.

Aba-aba pengingat seperti itu seringkali dilakukan oleh anak buah motoris yang duduk di bagian depan speedboat. Apalagi karena kondisi lebar Sungai Sagare semakin lama semakin sempit. Kadang pengemudi juga harus menurunkan gas agar lajunya menjadi pelan dan tidak menabrak batang kayu yang ada.

dokumentasi pribadi

Toleransi Lalu Lintas Air

"Stopp!" teriak anak buah motoris. Kami melihat ke depan dan ke tengah sungai tidak ada apa-apa. Di antara kami pun menyeletuk, "hai ada apa?"

Sang motoris menjawab, "Itu ada ketinting di depan. Kalau kita tidak turunkan laju kecepatan, ketinting di depan bisa terbalik kena dampak ombak speedboat kita!" terangnya.

Kami baru paham dan mengerti etika lalu lintas air. Ternyata toleransi dan menghormati sesama jalan sungai di sini lebih santun, ketimbang di lalu lintas darat, yang main "emang gue pikirin!"

Cahaya matahari senja di atas Sungai Sagare semakin lama-semakin redup. Ini juga yang membuat sang motoris makin berhati-hati menjalankan kendaraannya. Semakin sering kami berhenti karena berpapasan dengan warga yang memakai perahu ketinting. Tak jarang kita berikan lambaian tangan ke penduduk yang tinggal di tepian Sungai Sagare, "Sore Bapak ... dada," Sebuah sapan keakraban yang lazim.

Hampir 2 jam kami meninggalkan Distrik Kasuari, namun rupanya belum ada tanda-tanda mendekat Distrik Atsj. Jam tangan sudah menunjukkan pukul 17.25 WIT. Suasana sudah gelap, hanya modal kepekaan mata dan lampu speedboat saja yang menerangi perjalanan kami.

Kebetulan saya duduk di bangku depan, sehingga dengan kemampuan mata saya ikut serta membantu komando motoris.

"Pak Pur, ini ada korek api yang ada senternya. Bisa dipakai!" teriak Om Baqi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline