Lihat ke Halaman Asli

Pedayangan Masyarakat Tengger & Potensinya Sebagai Eduwisata

Diperbarui: 3 Mei 2016   17:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kearifan tradisional masyarakat Tengger dalam pengelolaan sumber daya alam  merupakan salah satu dari kearifan lokal yang masih hidup dan lestari di Indonesia. kearifan lokal tersebut tetap eksis maka perlu dijadikan sebuah blue print terutama dalam kebijakan yang sifatnya teknis. Diharapkan dengan dijadikannya kearifan lokal sebagai blue print ataupun bahan pembentukan hukum negara maka kebijakan pengelolaan SDA dapat menjadi lebih berparadigma pembangunan berkelanjutan yang seringkali dilupakan oleh pembuat kebijakan dan regulasi di negeri ini.

Salah satu desa di Kawasan Tengger yang masih memelihara nilai-nilai kearifan lokal adalah Desa Ngadas merupakan salah satu desa yang memiliki kearifan tradisional dalam pengelolaan lingkungan yang melembaga diwariskan melalui proses belajar dan proses pembiasaan hidup. Masyarakat Ngadas memandang alam secara komprehensip. Alam merupakan bagaian dari kehidupan manusia, siapa yang meyakiti alam itu berarti menyakiti dirinya sendiri. 

Bentuk-bentuk pandangan hidup masyarakat adat Tengger yang berimplikasi kepada kemampuannya dalam mengelola alam Iingkungan berbasiskan kearifan lokal atau nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakatnya. Secara lebih kongkret, berbagai bentuk nilai maupun sistem nilai dalam pandangan hidup tersebut menjadi kekuatan penting bagi masyarakat adat Tengger dalam menata kehidupannya. Hal ini terbukti dengan masih terinternalisasikannya nilai-nilai tersebut menjadi kearifan lokal yang dirawat dan diwariskan sebagai niiai-nilai luhur. 

Kemampuan ini kian berarti ketika berbagai perubahan sosial yang melanda masyarakat adat Tengger tidak serta menggeser secara fundamental kearifan lokal yang ada. Justru semakin menunjukkan penguatannya. Fakta tentang kemandirian sosial ekonomi yang ada dalam masyarakat Tengger disertai dengan kondusifnya pengelolaan alam lingkungan baik di sekitar pemukiman maupun di tegalan dan di tengah hutan adalah bukti empiris betapa komunitas tersebut masih memegang kearifan ekologis.

Pandangan masyarakat terhadap alam pada masyarakat Ngadas sangat dipengaruhi oleh filosofi hidup masyarakat Jawa memayung hayune bawono atau menjaga kelestarian dunia. Implementasi dari filosofi ini di berbagai daerah beranekaragam sesuai dengan kepercayaan masyarakat, adat-istiadat serta pengetahuan yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan. Di Desa Ngadas wujud pelestarian ini berupa pengkeramatan daerah-daerah tertentu yang memiliki ekosistem khas ataupun memiliki ikatan sejarah. Adapun daerah-daerah yang dianggap oleh masyarakat Ngadas sebagai lokasi keramat atau memiliki nilai tersendiri adalah pedanyangan

Pedanyangan merupakan area yang dianggap sakral oleh masyarakat disekitarnya, karena merupakan tempat tinggal dari danyang-danyang (mahkluk halus pelindung desa). Asal kata danyang sendiri berasal dari kata hyang  yang berarti nenek moyang. Sehingga pedanyangan juga dapat diartikan sebagai tempat bersemayamnya nenek moyang supaya menjaga desa. Bentuk dari pedanyangan bisanya berupa candi atau makam tua, sumber air yang tersembunyi, kumpulan pohon-pohon besar biasanya beringin (Ficus sp.) atau daerah yang memiliki landscape alam yang khusus. Di beberapa tempat pedanyangan juga disebut dengan punden.

Di Desa Ngadas pedanyangan memiliki bentuk berupa kumpulan pohon-pohon besar seperti cemara gunung (Casuarina junghuhniana Miq.), dan pohon danglu atau ki hujan (Engelhardia spicataBlume.), yang di dalamnya terdapat bagunan bergaya eropa yang merupakan petilasan Raden Panji Wulung. Bagi masyarakat Desa Ngadas, pedanyangan adalah tempat para roh leluhur. Penduduk meletakkan sesajen di dalam pondok tersebut, berdoa untuk mencari berkah agar warga desa aman dan selamat jiwa raga, atau ketika mereka mempunyai hajat atau keinginan, terutama saat seseorang akan mengadakan hajatan. 

Di bawah pedanyangan Ngadas terdapat sumber air. Dimungkinkan vegetasi yang ada di pedanyangan merupakan pelindung mata air di bawahnya. Masyarakat Ngadas menggunakan air ini untuk kebutuhan sehari-hari. Karena di bawah pedanyangan terdapat mata air maka pedanyangan ini juga disebut debagai danyang banyu.

Pedanyangan didominasi oleh tumbuhan cemara gunung dan danglu  (dok purnomo)

Pedanyangan di Ngadas konsep pengelolaanya sama seperti hutan dimana tumbuhannya tumbuh secara liar atau ditanam tidak boleh dipotong/dirusak. Hal ini menyebabkan semua tanaman dari dahulu hingga sekarang tetap terlestarikan dan membentuk stratifikasi yang lengkap. Ranting-ranting atau pohon yang telah mati dibiarkan tetap di area pedanyangan dan tidak boleh dikeluarkan dari daerah tersebut. Pedanyang di Desa Ngadas di kelola oleh pemangku adat.

Keberadaan pedanyangan pada dasarnya merupakan suatu bentuk kearifan lokal (indigenous knowlage) pada masyarakat lokal untuk melindungi kawasan-kawasan tertentu yang dimungkinkan memiliki nilai yang penting yang memiliki kaitan dengan ranah spiritual dan bersifat sakral. Kearifan lokal masyarakat terhadap pedanyangan sebenarnya merupakan suatu bentuk konservasi yang didasarkan pada pengalaman dan pengetahuan yang turun temurun diwariskan dari generasi ke generasi. Mekanisme ini dimungkinkan bertolak belakang dengan pengetahuan modern, dikarenakan kearifan lokal dilandasi oleh pandangan falsafah, misi atau tujuan yang berbeda.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline