Lihat ke Halaman Asli

Pohon Silam

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Batang pohon masa lalu tersapa juga masa senja, kering kerontang ketuaan
Biji silamnya kini terbang tersebar angin
Melayang menjelajah ragam pelosok kehidupan
Jatuh pada batu, tanah, danau dan lautan sejarah peradaban
Tersungkur, mengambang, ada pula yang terbang mengembara angkasa rasa



Angin pun mengarak awan pekat hitam
Halilintar bertubi bergelegar memecut kebekuan, mengurai mencairkan hujan
Angkasa memutih bersih, penuh kesegaran
Cahaya kehidupan tampak bergeliat mendapat semangat


Basah, air itu begitu basah menggenang di setiap permukaan
Merangsang tunas biji silam membangun kehidupan

Kini biji itu berwujud tangkai
Ruasan akarnya menghujam pusara bumi, mencengkram tanah hitam
Berdiri kokoh menahan hilir mudiknya warna gelap terang siang demi malam
Tak kenal lelah mengikuti, generasi demi generasi, biji dan tunasnya terus mendekap kehidupan.

Ku bersandar kini pada kokohnya pohon silam.
Beristirahat sejenak dalam lambaian mendayu irama kenangan.
Jalanan masa depan masih panjang terbentang, tak tersapa ujung tatapan mata.
Gersangnya padang pasir, segarnya padang ilalang, bekunya kutub salju, kerontangnya musim gugur, adalah pagar pembatas jalan penjelajah hidup.
Cucuran keringat dan air mata, senyum simpul dan gelak tawa, hanyalah aroma-aroma terhirup hidup.
Di bawah kokohnya pohon silam, diteduh rimbun dedaunannya, kini ku sandarkan peluh
Ngantuk menyengat menembus sulbi, haruskah kubenam saja pertengahan jalan ini dalam lelap mimpi yang tak jua kutemui?

Pohon kenangan sungguh tenang buatku bersandar

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline